BATAM – Sebanyak 193 kasus HIV ditemukan di Kota Batam, Kepulauan Riau selama periode Januari hingga April 2025, berdasarkan hasil skrining aktif yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat terhadap populasi kunci, seperti Wanita Pekerja Seks (WPS) dan Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL).
“Ini merupakan bagian dari program deteksi dini kami. Angka ini menunjukkan bahwa skrining yang dilakukan sejak awal tahun sudah berjalan sesuai target,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Batam, Melda Sari, Jumat 2 Mei 2025.
Melda menjelaskan, skrining rutin ini merupakan amanat dari Permenkes No. 23 Tahun 2022 dan juga bagian dari Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS.
“Semakin luas cakupan skrining, semakin besar peluang kita untuk menekan angka penularan,” katanya.
Tak hanya fokus pada deteksi, Dinkes juga masif melakukan edukasi seks aman dan pentingnya komunikasi dalam hubungan sehat. Kampanye ini menyasar kelompok berisiko dan masyarakat umum, dengan penekanan pada cara penularan HIV, penggunaan kondom, dan hubungan yang saling terbuka.
“Kami melakukan distribusi kondom gratis dan edukasi cara penggunaannya yang benar, khususnya di kalangan populasi kunci. Ini bagian dari upaya mendorong perilaku seks yang aman,” ujarnya.
Sebagai langkah perlindungan tambahan, Dinkes juga menyediakan obat PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis) untuk individu yang belum terinfeksi, namun berisiko tinggi tertular—seperti pasangan dari ODHA dan kelompok rentan lainnya.
Strategi “Test and Treat” terus digencarkan: menyediakan tes HIV secara sukarela, cepat, dan rahasia, serta langsung memberikan terapi ARV bagi yang terdeteksi positif.
“Terapi ini mampu menekan jumlah virus hingga tidak terdeteksi, yang berarti risiko penularan juga sangat rendah,” ujar Melda.
Guna memperluas jangkauan informasi dan mengikis stigma terhadap ODHA, Dinkes Batam menjalin kolaborasi dengan LSM, komunitas lokal, tokoh agama, hingga media massa.
“Kami ingin isu HIV/AIDS dibicarakan secara terbuka, inklusif, dan bebas stigma. Informasinya harus bisa dipahami semua lapisan masyarakat,” kata Melda. (*)