KARIMUN – Tiga warga negara asing (WNA) asal India, yakni Raju Muthukumaran, Selvadurai Dinakaran, dan Govindhasamy Vimalkandhan, menghadapi ancaman hukuman mati dalam kasus dugaan kepemilikan 106 kilogram sabu. Namun, tim kuasa hukum mereka menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengabaikan fakta-fakta penting dalam persidangan.
Kuasa hukum para terdakwa, Yan Apridho dan Dewi Tinambuna, menegaskan bahwa tuntutan yang dibacakan jaksa pada Senin 24 Maret 2025, tidak jauh berbeda dari dakwaan awal. Dalam sidang berikutnya pada 8 April 2025, mereka akan menyampaikan pledoi yang berisi sanggahan terhadap tuduhan jaksa.
“Tuntutan jaksa masih berpegang pada dakwaan awal tanpa mempertimbangkan fakta persidangan. Kami akan paparkan fakta yang sesungguhnya dan tidak lagi mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP),” ujar Yan, Rabu 26 Maret 2025.
Yan menyoroti lemahnya bukti yang diajukan jaksa, termasuk soal telepon seluler yang disebut menyimpan foto barang bukti.
“Seharusnya ada tenaga ahli yang membuktikan bahwa handphone itu benar milik terdakwa. Tapi mereka hanya menghadirkan foto. Padahal, tanggal pada foto bisa saja diatur ulang. Barang bukti itu sendiri masih disimpan oleh BNN,” ungkap Yan.
Sementara itu, Dewi Tinambuna menyoroti aspek hukum maritim dalam kasus ini. Dalam persidangan, pihaknya menghadirkan saksi ahli hukum laut internasional, Soleman B. Ponto, yang menilai pasal-pasal yang digunakan jaksa sebenarnya lebih relevan untuk menjerat kapten kapal, bukan teknisi kapal seperti para terdakwa.
“Kapten kapal bahkan hanya dihadirkan melalui Zoom dengan alasan sedang bekerja. Sementara saksi kunci dari JPU sampai sekarang belum juga muncul,” kata Dewi.
Lebih lanjut, Dewi mengungkapkan bahwa menurut Soleman, lokasi penangkapan yang disebut-sebut terjadi di Karimun justru tidak sesuai fakta.
“Tidak ada penangkapan di Karimun, karena peristiwa terjadi di Malaysia. Bahkan, bisa jadi kapten kapal malah menjual barang ke BNN, lalu BNN yang mengedarkannya. Itu pernyataan saksi ahli di persidangan,” beber Dewi.
Di sisi lain, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karimun, Priyambudi, menegaskan bahwa tuntutan hukuman mati sudah sepatutnya dijatuhkan, mengingat besarnya barang bukti dalam kasus ini.
“Ini mungkin hanya fenomena gunung es. Kalau kita tidak bertindak tegas, berapa banyak lagi yang lolos? Ini demi menyelamatkan generasi muda dari bahaya narkoba,” ujar Priyambudi.
Ia juga menekankan bahwa tuntutan ini sejalan dengan program pemberantasan narkoba yang dicanangkan Presiden Prabowo.
Menurut JPU, kasus ini bermula ketika terdakwa Raju bertemu seseorang di Singapura yang memintanya mencarikan kapal untuk mengangkut narkoba. Raju bersama dua rekannya kemudian menyimpan 106 paket sabu di dalam tangki bahan bakar kapal kargo Legend Aquarius, yang berlayar dari Malaysia menuju Australia.
Baca juga: 3 WNA India Terdakwa Kasus 106 Kg Sabu Dituntut Hukuman Mati di PN Karimun
Namun, aksi mereka terbongkar ketika kru kapal menemukan tanda-tanda mencurigakan kotak palet yang tiba-tiba sudah dibongkar, sebuah kunci tangki yang hilang, serta baut tangki dengan cat yang terkelupas. Saat diperiksa, kru menemukan kompartemen bahan bakar yang berisi kristal putih, yang kemudian dilaporkan ke BNN dan Bea Cukai.
BNN dan Bea Cukai pun melakukan penangkapan terhadap ketiga terdakwa di perairan Desa Pongkar, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, pada 13 Juli 2024.
Sidang selanjutnya akan digelar pada 8 April 2025 dengan agenda pembacaan pledoi dari para terdakwa. Ketua Majelis Hakim, Yona Lamerossa Ketaren, menutup sidang dengan mengumumkan penundaan tersebut. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News