TANJUNGPINANG – Seorang aktivis lingkungan Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), Kherjuli turut memberikan pandangannya soal bangunan kafe berdesain kapal di muara dan daerah aliran sungai (DAS) Jembatan Batu 8 atas, Jalan RH Fisabilillah.
Kherjuli mengatakan, bangunan kafe berdesain kapal yang berdiri di muara DAS tersebut berpotensi menyebabkan banjir hingga kerusakan lingkungan lainnya.
Kafe yang dibangun tersebut, diduga melanggar peraturan daerah (Perda) lantaran lokasinya berada di bagian hilir atau muara DAS Sungai Jang.
Dia pun menjelaskan, adanya kegiatan usaha dengan cara menimbun atau mereklamasi sebagian arealnya dengan tanah urug, tentu akan berdampak terhadap lingkungan, terutama pada fungsi DAS Sungai Jang itu sendiri.
“Sempadan sungai telah berubah menjadi bangunan. Luasan DAS berkurang, dan semakin menyempit dan menghambat limpasan air dari darat menuju ke laut, terutama pada saat hujan. Hal ini dapat berpotensi terjadinya peningkatan genangan air, atau banjir di bagian hulu atau tengah DAS Sungai Jang,” kata Kherjuli, Senin 23 Desember 2024.
Selain potensi banjir, lanjut dia, akan terjadi peningkatan timbunan sampah dan air limbah dari kegiatan usaha tersebut, dan dapat mengganggu ekosistem mangrove dan biota sungai lainnya.
“Kami belum tahu, apakah kegiatan usaha tersebut memiliki izin atau tidak? Jika sudah memiliki izin, tentu telah dikaji dampak lingkungannya. Apakah berdampak penting hipotetik atau tidak,” terang Kherjuli.
Kherjuli juga menegaskan, setiap rencana kegiatan usaha wajib memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Apakah memiliki resiko tinggi atau tidak, bagaimana solusinya dan konsekuensi hukumnya, atas izin lingkungan yang telah diterbitkan Pemerintah.
“Seandainya tidak, atau belum memiliki persetujuan izin pemanfaatan lingkungan melalui tahapan penyusunan dokumen seperti AMDAL, UKL, UPL. Maka Pemerintah harus menertibkan bangunan tersebut. Apapun alasan peruntukannya, ” sambung Kherjuli menegaskan.
Mengenai izin pengelolaan lingkungan telah diatur pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Adapun UU PPLH tersebut mengatur definisi dan faktor penyebab degradasi lingkungan hidup, definisi dan tujuan pelestarian lingkungan hidup, faktor yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan hidup satwa, cara menjaga lingkungan dari sampah plastik upaya pelestarian lingkungan perairan, hak masyarakat terhadap lingkungan hidup, serta pencemaran lingkungan hidup.
Selain itu, pengelolaan sumber daya air juga diatur melalui UU No 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA). DAS dan sungai merupakan bagian dari Sumber Daya Air.
Melaui kedua UU tersebut, setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak daya air.