Jakarta – Badan Intelijen Amerika Serikat (AS) melaporkan, Arab Saudi tengah memproduksi rudal balistik dengan bantuan China.
Dilansir dari CNN International dan CNBC International, gambar satelit bahkan menunjukkan bahwa kerajaan Raja Salman tengah memproduksi rudal di sebuah lokasi. Mengutip pejabat AS, intelijen dikatakan mengungkap beberapa transfer skala besar teknologi rudal antar kedua negara.
Foto itu diambil oleh Planet, sebuah perusahaan pencitraan komersial, antara 26 Oktober dam 9 November. Operasi pembakaran terjadi di fasilitas dekat Dawadmi, Arab Saudi.
“Bukti kuncinya adalah bahwa fasilitas tersebut mengoperasikan ‘lubang pembakaran’ untuk membuang sisa propelan padat dari produksi rudal balistik,” kata seorang ahli senjata dan profesor di Institut Studi Internasional Middlebury yang meninjau laporan tersebut Jeffrey Lewis, dikutip akhir pekan.
Baca juga: Taiwan Siapkan Jet Tempur F-16 Viper untuk Hadapi China
“Fasilitas produksi rudal propelan padat sering kali memiliki lubang pembakaran di mana sisa propelan dapat dibuang dengan cara dibakar.”
Analis mengatakan fakta ini akan menjadi pekerjaan rumah baru buat Presiden AS Joe Biden. Apalagi Biden tengah fokus menahan pengembangan nuklir Iran.
“Sementara perhatian yang signifikan telah difokuskan pada program rudal balistik besar Iran, pengembangan Arab Saudi dan sekarang produksinya belum mendapat tingkat pengawasan yang sama,” kata Lewis lagi.
“Produksi rudal balistik dalam negeri oleh Arab Saudi menunjukkan bahwa setiap upaya diplomatik untuk mengendalikan proliferasi rudal perlu juga melibatkan aktor regional lainnya. Seperti Arab Saudi dan Israel, yang memproduksi juga rudal balistik mereka sendiri”.
Baca juga: Tak Mau Kalah, Amerika Investasi Proyek Infrastruktur Saingi China
Hal sama juga dikatakan ahli kebijakan nuklir dan senjata di Carnegie Endowment for International Peace, Ankit Panda. Program rudal Arab Saudi akan memperkenalkan tantangan baru untuk membatasi program rudal lainnya di kawasan itu.
“Sebagai contoh, rudal Iran, yang menjadi perhatian utama AS, akan lebih sulit dibatasi di masa depan tanpa paralel pada program Arab Saudi yang sedang berkembang,” katanya.
Dewan Keamanan Nasional AS dan CIA belum berkomentar soal ini. Hal yang sama juga dilakukan Arab Saudi.
Baca juga: Arab Saudi Belanja 280 Rudal AIM-120C AMRAAM
Namun Kementerian Luar Negeri China menyebut kedua negara adalah mitra strategis yang komprehensif mempertahankan kerja sama yang bersahabat di semua bidang. Ini pun termasuk perdagangan militer.
“Kerja sama semacam itu tidak melanggar hukum internasional dan tidak melibatkan proliferasi senjata pemusnah massal,” kata pernyataan itu.
Arab Saudi dan AS adalah sekutu di timur tengah. Namun pembelian senjata oleh Arab Saudi ke AS terhenti sementara karena isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Arab Saudi.
Sebelumnya, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menjelaskan bahwa negaranya akan mengembangkan bom nuklir jika Riyadh melakukannya. Bukan rahasia lagi, Arab Saudi dan Iran berseteru satu sama lain di kawasan.
“Arab Saudi tidak ingin memperoleh bom nuklir, tetapi tanpa ragu jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikutinya sesegera mungkin,” kata pemimpin de facto negara kaya minyak itu, kepada CBS pada 2018.