Ade Mudhofar : TKA Masuk di Bintan Jadi Tanda Labilnya Rezim di Tengah Pandemik COVID-19

Ade Mudhofar (BEM KM UMRAH)

Tanjungpinang, Ulasan. Co – Indonesia merupakan salah satu negara yang terjangkit pandemi global Virus corona atau Covid-19 yang semakin hari perkembangan semakin meningkat , terakhir tercatat pada tanggal 31 Maret 2020  sudah ada 1.528 orang yang dinyatakan Positif Corona, 81 orang pasien yg sembuh dan ada penmabahan  14 kematian baru sehingga sudah 136 kasus kematian  yang disebabkan oleh virus COVID-19 ini Serta di Provinsi Kepulauan Riau sendiri terakhir  tercatat per 31 Maret  perkembanganya yang OPD : 1.542 PDP yang secara kumulatif dijumlahkan dari berbagai daerah yg ada di Provinsi Kepri sekitar 101 orang dan yang meninggal karena positif Covid-19 2 orang, PDP  ( On proses lab ) 2orang Meninggal, 4 PDP negatif corona meninggal total 8 orang yg meninggal , dalam hal ini pasti pemerintah pusat maupun daerah berusaha keras dan  mencari solusi untuk penangan penyakit covid-19 agar tidak semakian meluas dan berdampak buruk terhadap stabilitas kehidupan sosial.

Tetapi Sebelum ditetapkanya status dan opsi yang dipilih oleh presiden Bapak Joko Widodo pada Hari selasa tanggal 31 Maret 2020, Bapak Presiden memberikan imbauan dan anjuran agar seluruh aktivitas/rutinitas agar dilakukan di rumah saja serta dalam hal sektor Pendidikan Kemendikbud Nadiem Makarim memberikan imbauan yang sama dan memberikan beberapa Intruksi guna penanggulangan dan pencegahan wabah virus corona. Namun suatu imbauan dan anjuran  tersebut bukan kehendak hukum yang dibalut formal legis ( abnormale rechtsvorming ) sehingga tidak mempunyai daya ikat dan daya paksaan dalam keberlangsungganya yang berakibat  imbuan dan anjuran tersebut tidak diterima begitu sajaa dan tidak dilaksanakan secara langsung oleh masyarkat. Sebagai contoh masih banyak masyarkat berpergian ketempat-tempat yang berkurumunan orang ramai
mengingat masyakrat di Indonesia dalam hal perekonomian sangat variasi  tidak semua masyarkaat indonesia memiliki finansial diatas rata-rata maka dalam hal itu kebijakan ini tidak sepenuhnya di patuhi sebab pemerintah tidak memberikan resolusi yang menjamin terhadap masyarakat jika ini diberlakukan dan ada ancaman pidana jika melanggarnya. Dalam hal seharusnya pemerintah lebih fokus memperhatikan kesejahteraan  kehidupan masyarkaat secara keseluruhan yang mana selaras dengan amanah Pembukaan UUD 1945 Alinea Ke-4,  jika diterapkan imbauan ini bagaimana dengan  buruh harian, gojek, nelayan dan lain hal sebagainya yang mana untuk memenuhii kehidupan pokok keluarga harus bekerja setiap hari dan berintreaksi langsung dengan orang.Jika tidak Bagaimana pemenuhan kebutuhan pokok setiap hari nya, apakah harus menyampingkan kebutuhan pokok hingga wabah ini selesai? Seharusnya Pemerintah Pusat memperhatikan hal ini.
Belakang Ini sebelum ditetapkanya status dan opsi yang dipilih oleh bapak presiden khalayak mungkin sering di suguhkan dengan dengungan pemberitaan di media terkait adanya lockdwon/karantina wilayah. Pengertian karantina sejatinya merupakan sistem yang mencegah perpindahan orang dan barang selama periode waktu tertentu untuk mencegah penularan penyakit dan masa berakhirnya karantina apabila diagnosis yang pasti telah diperoleh. Seringkali istilah karantina disamakan dengan isolasi medis yakni pemisahan individu yang menderita penyakit menular dengan populasi lain yang masih sehat. Secara konstitusional kekarantinaan kewilayahan sudah di atur dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2018 tepatnya pasal  53  menyebutkan karantina willayah merupakan bagian respon dan kedaruratan kesehatan masyarakat yang dapat dijadikan parameterr menerapkan karatina wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota massyarakat di wilayah tersebut  di sisi lain senada dengan apa yang disampaikan menteri Polhukam Prof Mahfud menyebutkan dalam UU tersebut karantina kewilayahan atau lockdown adalah kira kira membatasi kerumunan orang, membatasi gerak demi keselamatan bersama namun akses pendistribusian kebutuhan pokok bila nanti kekarantinaan kewilayahan diterapkan daerah. ptresiden menegaskan bahwa kewenangan lockdwon mutlak menjadi kewenangan pemerintah pusat. Tetapi fakta dilapanganya ada beberapa daerah sudah menerapkann karantina wilayah demi penanggulangan dan pencegahab wabah virus Corona tersebut, dalam hal ini  disebab pemerintah pusat masih ragu dalam mengambil sikap dalam sebuah persoalan dan terkesan lamban menyikapi persoalan wabah  virus corona yang berdampak tidak sinkronnya kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kata Karantina sendiri berasal dari bahasa italia quranta giorni yang memiliki makna 40 hari. Istilah ini muncul pada abad ke-14 saat terjadi wabah maut hitam yang menewsaskan sepertiga hingga dua pertiga penduduk Eropa. Dalam hal itu sistem karantina digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut. Implementasi dari  sistem tersebut pada masa itu kapal-kapal penumpang yang datang dari wilayah lain dilarang untuk berlabuh melainkan para pendatang ini harus menunggu selama 40 hari ditempatkan disuatu pulau yang telah ditentukan untuk memastikan bahwa meraka tidak tertular penyakit.
dilain hal ada yang mengusulkan kepada presiden untuk menerbitkan PERPU guna mengatasi pandemi gloval Virus Corona , dalam hal ini penulis ingin memberikan sedikit pandangan dan perlukah Presiden Meneribtkan Perpu  dan bagaimana parameter atau dalam hal kegentingan seperti apa presiden untuk menerbitkan perpu?

Menertibkan suatu PERPU merupakan Hak Istimewah yang dimiliki kepala negara sekaligus kepala pemerintahan kalau menurut bagir manan Kewenangan Mentapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) merupakan Kewenangan yang luar biasa dibidang Perundang-Undangan yang mana kewenangan tersebut tertuang secara expressiv verbis dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 Ayat (1) menyatakan : Dalam Hal Ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU serta  Undang-Undang No.15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang No 12 tahun  2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tepatnya tertuang dalam pasal 1 angka 4  yang berbunyi : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam Hal Ihwal Kegentingan yang Memaksa. Dalam hal ini yang perlu digaris bawahi bahwa syarat presiden menerbitkan/mengeluarkan PERPU yakni dalam  Hal kegentingan yang memaksa, Untuk menafsirkan suatu hal ihwal kegentingan memaksa (Nood Verordeningrecht) itu merupakan hak subjektifitas presiden sepenuhnya namun tidak demikian tidak berarti bahwa seara absolut tergantung kepada penilaian subjektif presiden karena penilaian subjektif presiden tersebut harus didasarkan kepada keadaan yang objektif  pula yang mana sesuai dengan  penafsiran Mahkamah Konstitusi terkait  syarat adanya “Kepentingan yang memaksa“ dalam putusanya Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009  mensyaratkan parameter adanya kegentingan yang memaksa yaitu :

Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.

Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang Tetapi Tidak Memadai.
Kekosongan Hukum tersebut tidak dapat di atasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedural biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Jika merujuk Pada tiga Parameter tersebut menimbang di Indonesia sudah memiliki suatu prodak Undang-Undang yang mana Undang-Undang tersbut sudah mengakomodir permasalahan terkait wabah penyakit corona ini maka PERPU tidak perlu di gunakan karena tidak terjadi kekosongan hukum (rechtvacum). Instrumen hukum terkait penanganan wabah Virus corona/Covid-19 sejatinya sudah ada. Seperti Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, PP No. 40 tahun 1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular, dan terakhir peraturan menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Seharusnya presiden dan para jajaranya lebih baik menngoptimalisasikan perangkat peraturan Perundang-Undangan yang sudah ada dan bisa dijadikan payung hukum dalam menanggulangi dan mecegah corona. Pengoptimalisasian dengan cara melalui kerja-kerja konkrit untuk kemaslahatan masyarakat indonesia.

Baru baru ini pemerintah pusat telah menetapkan covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor resiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat dan olehnya pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat untuk mengatasi dampak wabah tersebut Presiden Republik Indonesia telah memutuskan dalam rapat kabinet bahwa opsi yang dipilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dan berdasarkan Undang-Undang No. 6 tahun 2018 PSBB Ini ditetapkan oleh menteri kesehatan yang berkoordinasi dengan kepala gugus tugas Covid-19 dan kepala daerah serta presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang pembatasan sosial berskala besar dan keppres tentang kedaruratan kesehatan masyarakat untuk melaksanakan amanat UU No. 6 tahun 2018. Dalam hal ini saya berpandangan pemerintah pusat tidak serius dan konsisten menangani pandemi global ini karena merujuk pada pasal 1 angka 11 hanya memberikan definisi secara umum anatara lain pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontanimasi jika kita kolerasikan dengan Pasal 59 ayat (3) pembatasan sosial sebagaimana dimakasud dengan Ayat 1 paling sedikit meliputi :

a). Peliburan sekolah dan tempat kerja
b). Pembatasan kegiatan keagamaan/atau
c. Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum.

Dalam hal dapat ditarik kesimpulan jika pemerintah pusat berlandaskan dengan ketentuan UU tersbut bahwasanya pemerintah meniadakan aktifitas kegiatan apapun  bersifat sementara  yang berorientasi pada kerumunan orang ramai yang akan berdampak pada penularan wabah virus corona tersebut dalam hal ini menyinggung pembahasan diatas terkait jika di terapkan kebijakan sperti ini akan memunculkan sebuah perbedatan dan pertanyaan sebagian golongan masyarakat mengingat dan menimbang masyarkat di indonesia tidak semua jenjang ekonominya di atas rata-rata dan kita juga harus memperhatikan masyarakat perekonomian kebawah dalam pemenuhan kebutuhan hidup dasarnya harus berintreaksi dengan orang-orang, seperti halnya Pedang Kaki Lima, GOJEK,Nelayan, dll  dalam hal ini berdasarkan pasal ini tidak ada jaminan hukumnya pemerintah pusat dan daerah untuk mengakomodir kebutuhan hidup dasar seluruh masyarakat indonesia seperti halnya didalam pasal 52 karantina rumah, pasal 55 karantina wilayah, pasal 58 karantina rumah sakit dalam pasal tersebut mempunyai jaminan bahwa pemerintah mempuyai tanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan hidup dasarnya jika di terapkan Pasal Terkait Pembatasan sosial bersekala besar. Ibarat orang sakit tidak ada penawarnya (obatnya). tetapi  Hari ini pemerintah tidak konsisten serta serius dalam  menangani virus corona secera keseluruhan disebabkan di Provinsi Kepulauan Riau khususnya di kabupaten bintan masih kehadiran 39 Tenaga Kerja Asing tanpa  memiliki izin Ketenaga Kerjaan asal china untuk bekerja Di PT.Bintan  Alumina Indonesia (BAI). Seharusnya Pemerintah harus berani menggambil sikap untuk meniadakan sementara waktu Masuknyaa TKA di wilayah indonesia guna mengantisipas penyebaran Virus Corona itu sendiri. Diharapkan pemerintah kedepanya agar lebih fokus untuk mencegah penuluran virus corna yang cukup terbilang masiv perkembanganya.

Dengan hadirnya kebijakan yang dipilih pemerintah pusat dengan dihadirkanya beberapa prodak aturan terbaru bisa mengakomodir serta menjaga stabilitas  seluruh aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara konsististen. Karena semua masyarakat di indonesia mempunyai kedudukan yang sejajar di mata hukum ( equality before the law ) dan merupakan amanah  Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 D  serta sejalan dengan adagium hukum Salus Populi Suprema Lex artinya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi pada suatu negara.