TANJUNGPINANG – Dunia jurnalistik tengah menghadapi babak baru dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI) yang mengubah lanskap kerja redaksi secara fundamental.
Dalam rangka memperingati World Press Freedom Day (WPFD) 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjungpinang menggelar seminar bertema “Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Pers: Etika, Fakta, dan Kebebasan” pada Ahad 4 Mei 2025 di Orang Roemah Coffee & Eatery, Km 12, Tanjungpinang.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai latar belakang, di antaranya Akademisi STAIN Sultan Abdurrahman Kepri Abdul Rahman, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kepri Hasan, Penguji Uji Kompetensi Dewan Pers Nikolas Panama, serta Ahli Pers Dewan Pers M. Munirul Ikhwan. Keempatnya membedah secara mendalam bagaimana AI mengubah wajah jurnalisme, antara peluang kemajuan dan ancaman etika.
Abdul Rahman membuka sesi dengan menyebut AI sebagai game changer yang mampu mempercepat kerja jurnalistik dari penulisan otomatis hingga analisis data dalam liputan investigatif. Namun ia juga mengingatkan, teknologi ini bukan tanpa sisi gelap.
“AI bisa memperkuat kualitas liputan, tapi juga menyimpan potensi bahaya berupa bias algoritma yang mengaburkan objektivitas berita. Kita perlu memastikan pengembangan AI tetap berpijak pada nilai demokrasi dan hak asasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI berisiko mengerdilkan peran manusia sebagai penjaga nilai-nilai jurnalistik dan kebebasan pers.
Dalam kesempatan itu Kepala Diskominfo Kepri, Hasan, memperdalam diskusi dari sisi kebijakan. Ia menekankan pentingnya sembilan prinsip etika dalam pemanfaatan AI, termasuk inklusivitas, kemanusiaan, keamanan data, serta kepatuhan hukum.
“AI harus berjalan di atas rel yang benar. Jangan sampai inovasi ini justru menjadi ancaman karena abai pada prinsip perlindungan hak dan transparansi,” ujarnya.
Ia juga menegaskan pentingnya akuntabilitas agar publik tetap percaya pada produk jurnalistik di era digital.
Mewakili perspektif praktis, Nikolas Panama menyoroti realita di ruang redaksi yang kini mulai banyak memanfaatkan AI untuk efisiensi. Meski begitu, ia menekankan bahwa AI tidak bisa menggantikan intuisi dan kontrol editorial manusia.
“AI hanya alat. Jangan sampai kehadirannya melahirkan jurnalis dan editor yang malas berpikir,” ujarnya.
Sementara Munirul Ikhwan menutup sesi dengan menyoroti bahaya nyata dari penyalahgunaan AI dalam jurnalisme, seperti manipulasi data, pelanggaran hak cipta, hingga ketidakjelasan antara karya manusia dan mesin. Ia menegaskan bahwa seluruh produk jurnalistik, dengan atau tanpa AI, harus mematuhi kode etik.
“Transparansi adalah fondasi kepercayaan publik. Masyarakat berhak tahu jika berita dibuat dengan bantuan AI. Jangan ada yang ditutup-tutupi,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa semua karya jurnalistik, baik yang dihasilkan manusia maupun dibantu AI, harus bebas dari unsur hoaks, fitnah, diskriminasi, dan konten cabul.
Baca juga: Semarak HUT ke-7 AJI Tanjungpinang Beragam Kegiatan di Lapangan Pamedan
Ketua AJI Tanjungpinang, Sutana, dalam sambutannya menyebut seminar ini sebagai momentum reflektif di tengah pesatnya transformasi digital.
“Teknologi bisa berubah, tapi etika dan tanggung jawab jurnalistik adalah fondasi yang tak boleh tergoyahkan,” ujarnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News