Ali Pon, Sang Maestro Pantun dari Kepulauan Riau

Tanjung Pinang – Bila H.B. Jassin dianggap sebagai ‘penjaga gawang’ sejarah sastra Indonesia, maka tidak salah bila Ali Pon ditasbihkan sebagai ‘penjaga rumah’ budaya pantun melayu di Indonesia.

Bukan hanya paham soal posisi pantun dalam sejarah sastra nusantara, Ali Pon juga sangat fasih mengolah pantun yang sarat makna dalam keseharian masyarakat melayu.

Dengan segala kepiawaiannya dalam hal pantun tersebut, maka tidak salah bila lembaga Asosiasi Tradisi Lisan Nasional, menganugerahkan Ali Pon sebagai Maestro Pantun di Kepulauan Riau.

“iye, waktu itu ade datang ibu dari Jakarta. Namenye, Ibu Frudensia dari Asosiasi Tradisi Lisan di Jakarta. Dia ditugaskan untuk mencari sorang maestro sastra lisan di Kepri ini,” tuturnya.

Kecakapan ayah enam anak yang lahir ini dalam berpantun memang terlihat sangat luwes saat diwawancarai wartawan ulasan.co. Hal itu terlihat jelas ketika menjawab pertanyaan yang dilontarkan wartawan, selalu diselipkan beberapa bait pantun.

“Kalau kalian datang nikan, pantunnya misalnya begini, ‘bukan batang sembarang batang, batang kenari berdaun lebat, bukan datang sembarang datang, datang kami karena ada hajad’, haa macam tu lah die,” ujar nya.

Bagi Ali Pon, menjadi seorang maestro bukan hanya soal gagah-gagahan. Menjadi mastro juga memiliki beban yang cukup berat karena harus ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian budaya pantun di tengah masyarakat. Apalagi, tambah Ali, budaya moderen yang berkembang semakin mengikis tradisi lisan seperti pantun.

“Jadi Sastra Pantun ini tidak akan hilang dan terus berkembang selagi anak cucu kite mau melestarinkannye dan selagi orang-orang tue kite mau merespon dan tidak mau meninggalkan tradisi berpantun,” ujarnya lagi.

Ia menandaskan, pantun sebagai ruh sastra melayu tidak boleh hilang di dalam benak orang melayu, dan tidak boleh hilang dari anak cucu. Tidak bisa dikatakan orang melayu, kalau tidak bisa berpantun.

“Bagi masyarakat melayu, pantun harus menjadi nafas keseharian. Pantun ini tidak akan pernah hilang, sama hal nya dengan melayu. Seperti pepatah mengatakan, Takkan Melayu Hilang di Bumi, begitu juga dengan pantun. Selagi melayu ada, selagi itulah Pantun akan terus membumi,” tegas Ali Pon.

Ali Pon berharap kepada generasi muda agar tetap menjaga adat istiadat melayu, khususnya tradisi lisan pantun. “Jadi, mulailah berpantun dari sekarang. Biasakan berpantun di setiap moment, bahkan saat sedang bercanda dengan teman sekalipun,” tutupnya.

Sebagai Maestro, Ali Pon telah banyak mencetak beberapa murid yang hari ini banyak mengisi acara-acara di wilayah Kota Tanjungpinang. Selain acara seremonial, Ali Pon dan para muridnya juga ikut dalam berbagai festival pantun di nusantara.
Bahkan beberapa muridnya, seperti Tamrin Dahlan, Rendra, Alnaziran atau yang di kenal Hang Kata, berhasil mendapat Rekor Muri membacakan pantun secara maraton selama sepuluh jam lebih sepuluh menit.

Ali Pon yang memiliki nama lain Muhammad Ali bin Achmad, lahir di Tanjungpinang, 01 Maret 1941. Nama Pon berasal dari kata Jepun, yang pada akhirnya berubah menjadi Ipon dan masih tetap ia pakai hingga sekarang. *

Pewarta : Tomi
Editor : MD Yasir