Hai sahabat Ulasan, sejak sehari lalu banyak orang yang menyorot vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam terhadap
mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda.
Majelis hakim yang dipimpin Tiwik, dengan anggota Andi Bayu Mandala Putra Syadli dan Douglas RP Napitupulu menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap Satria, lebih ringan dibanding tuntutan jaksa. Jaksa menuntut hukuman mati terhadap Satria yang menggelapkan dan menjual barang bukti 1 kg sabu hasil tangkapan.
Vonis terhadap Satria itu sama seperti tuntutan jaksa terhadap 9 orang bekas anggota Satnarkoba Polresta Barelang yakni Shigit Sarwo Edi, Rahmadani, Fadhilah, Wan Rahmat juga dituntut hukuman mati.
Untuk dua terdakwa warga sipil yang berperan sebagai pengedar sabu, Dzulkifli dan Azis dituntut JPU pidana penjara 20 tahun dengan subsider Rp 3,85 miliar.
Berbagai kritikan pedas terhadap majelis hakim yang memutuskan perkara yang menjerat Satria tampak di media sosial dan media massa. Ada yang menganggap putusan itu tidak membuat jera orang-orang memproduksi dan memperdagangkan narkotika.
Di antara polemik yang terjadi pascaputusan Pengadilan Negeri Batam itu, ternyata muncul
perdebatan terkait maksud dari hukuman seumur hidup. Ada yang mengatakan bahwa hukuman seumur hidup itu artinya terpidana dihukum sesuai dengan usianya. Misalkan, saat ini Satria berusia 35 tahun, maka hukuman seumur hidup yang dijalani hanya 35 tahun.
Ada pula yang mengartikan hukuman seumur hidup itu menjalani hukuman di penjara selama hidup terpidana. Bahkan ada yang berpendapat lebih jauh kalau hukuman seumur hidup tidak akan terlaksana karena kemungkinan Satria akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi agar mendapat hukum yang lebih ringan.
Terlepas dari pendapat tersebut, tahukah Anda apa perbedaan hukuman mati dengan seumur hidup?
Hukuman mati dan hukuman seumur hidup adalah jenis pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni pidana mati dan pidana penjara seumur hidup. Berikut bunyi Pasal 10 KUHP, bahwa pidana terdiri atas
a. Pidana pokok:
– Pidana mati
– Pidana penjara
– Pidana kurungan
– Pidana denda
– Pidana tutupan.
b. Pidana tambahan:
– Pencabutan hak-hak tertentu
– Perampasan barang-barang tertentu
– Pengumuman putusan hakim.
Sementara perbedaan hukuman mati dijelaskan pada Pasal 11 KUHP:
“Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.”
Pelaksanaan hukuman mati itu disempurnakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 02/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer. Hukuman mati adalah dilakukan dengan cara ditembak sampai mati.
“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang perjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.”
Sementara hukuman seumur hidup atau penjara seumur hidup diatur pada Pasal 12 KUHP. Penjara seumur hidup artinya bahwa terpidana menjalani pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu.
“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang perjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.”