Arteria Dahlan Sambut Baik Wacana Pidana Mati Koruptor

Arteria Dahlan Sambut Baik Wacana Pidana Mati Koruptor
Tangkapan layar - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyampaikan paparan dalam webinar bertajuk “Hukuman Mati Bagi Koruptor … Terimplementasikankah?” yang disiarkan melalui platform Zoom Meeting dan dipantau dari Jakarta, Kamis (18/11/2021). (Foto: Antara)

Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan sambut baik wacana hukuman pidana mati untuk koruptor oleh Jaksa Agung sebagai sikap keseriusan dalam memberantas tindak pidana korupsi.

“Wacana hukuman pidana mati harus dipahami dan dielaborasi dalam perspektif politik hukum pidana,” kata Arteria ketika menyampaikan paparan dalam webinar bertajuk “Hukuman Mati Bagi Koruptor … Terimplementasikankah?” yang disiarkan melalui platform Zoom Meeting dan dipantau dari Jakarta, Kamis (18/11).

Sebagai politik hukum pidana, tuturnya, Jaksa Agung telah mengumumkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa korupsi merupakan “serious crime” atau tindak kejahatan serius yang dapat memperoleh hukuman berupa pidana mati.

Arteria berpandangan bahwa penerapan hukuman mati merupakan politik hukum pidana yang dijalankan oleh Jaksa Agung sebagai pelaksana kekuasaan negara di bidang penuntutan, merupakan hak yang sah, dan merupakan kewenangan Jaksa Agung.

Oleh karena itu, Arteria menambahkan wacana pidana mati harus dipahami sebagai politik hukum pidana, sekaligus arah kebijakan yang harus dijalankan pada institusi Kejaksaan.

“Saya apresiasi apa yang disampaikan oleh Jaksa Agung, itu adalah politik hukum pemidanaan dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi,” ucapnya.

Arteria mengatakan bahwa selama undang-undang masih memuat sanksi pidana mati, baik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di dalam beberapa ketentuan hukum pidana khusus, seperti narkotika, terorisme, korupsi, dan lain sebagainya, maka aparat penegak hukum tidak perlu ragu untuk menegakkannya selama sesuai dengan syarat penegakan hukum pidana mati.

“Tuntutan pidana mati ini lebih sebagai pemberatan, bukan menjadi pokok dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan juga menjadi pokok bagi jaksa dalam melakukan penuntutan,” kata Arteria.

Ia meyakini bahwa Jaksa Agung berorientasi pada pencegahan, baru kemudian dilanjutkan oleh penindakan.

“Walaupun ini ancamannya pidana mati, ini sarat dengan yang namanya nuansa pencegahan,” ucapnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *