Bank Asing Ramai-Ramai Cabut dari Industri Perbankan RI, Ada Apa?

Tiga bank asing yang baru saja mengumumkan cabut dari Indonesia dengan menjual sahamnya. (Foto:Dok/Istimewa/Kolase_Ulasan Network/Barino)

JAKARTA – Sektor industri perbankan Tanah Air kembali menjadi sorotan, setelah ramainya bank asing hengkang dengan menjual sejumlah lini bisnisnya di Indonesia.

Kabar terbarunya, aksi korporasi dari Citibank, N.A. Indonesia, Standard Chartered, dan PT Bank Commonwealth (PTBC) yang menjual sahamnya.

PT PT UOB Indonesia sebelumnya mengumumkan penyelesaian akuisisi bisnis perbankan, terhadap konsumer Citigroup di Indonesia serta integrasi penuh aset dan liabilitasnya, Rabu 06 Desember 2023.

Direktur Utama UOB Indonesia, Hendra Gunawan mengungkapkan, besaran biaya akuisisinya sekitar Rp1 triliun.

Setelah itu ada bank asing asal Inggris, Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) dilaporkan sedang berproses menjual kredit ritelnya ke bank Grup MUFG PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) dan proses tersebut bakal rampung kuartal IV-2023.

Terbaru, PT OCBC NISP Tbk. (NISP) telah meneken pembelian saham 99,00 persen PT Bank Commonwealth (PTBC) milik Commonwealth Bank Australia (CBA).

Terkait penjualan saham itu, PTBC menyebutkan, hal itu sejalan dengan strategi CBA, untuk menjadi lebih efisien dan lebih baik, dengan berfokus pada bisnis domestik di Australia dan New Zealand.

Analis perbankan, melansir dari cnbc Indonesia, Susi Setiawaty mengatakan, banyaknya bank asing yang meninggalkan Indonesia karena lini binisnya di retail yang masih kalah dengan bank lokal. Bank Asing tersebut tidak sepenuhnya bankrut, tapi menjual asetnya kepada bank lokal.

Sementara menurut ekonom, bank asing sangat sulit untuk bersaing di Indonesia jika merambah bisnis ritel. Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah mengatakan, bank asing lebih dapat bersaing untuk target pasar tertentu.

“Bank asing memang sulit bersaing di Indonesia kalau mau bermain di pasar ritel. Bank asing hanya dapat bersaing dan mendapatkan pasar untuk target pasar tertentu khususnya di perdagangan internasional serta pasar keuangan,” ujar Piter, dikutip dari cnbc, Rabu (29/11/2023).

“Jadi wajar saja kalau penyaluran kreditnya terus turun dan LDR juga semakin rendah,” tambahnya.

Namun begitu, ia menyorot bahwa bank asing memiliki kinerja bottom line yang baik. Piter memandang bila perolehan labanya buruk, tidak ada lagi bank asing yang mau masuk ke Indonesia.

“Buktinya selalu ada bank asing yang melakukan akuisisi bank-bank di Indonesia,” pungkasnya.

Senada dengan hal pernyataan Piter itu, sebelumnya OJK mengatakan bahwa antusiasme investor asing untuk mengakuisisi bank di Indonesia cukup tinggi. Sebelumnya pada bulan Juli lalu, Dian mengungkapkan investor dari Jepang, Korea Selatan, dan Singapura akan segera mencaplok bank-bank lokal dalam waktu dekat.

Ada pula sejumlah bank asing yang lebih dulu hengkang dari industri perbankan Indonesia:

1. Rabobank Indonesia

Tepatnya April 2019, PT Rabobank Internasional Indonesia mulai menghentikan operasinya, setelah 29 tahun berbisnis di Indonesia. Rabobank Indonesia berdiri pada tahun 1990.

Keputusan ini merupakan bagian dari strategi global, dari Rabobank Group asal Belanda itu. Yakni, terkait dengan visi Banking for Food yang berfokus pada rantai pasokan internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.

Rabobank memutuskan hengkang dari Indonesia karena alasan kerugian yang dialami selama bertahun-tahun. Berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan perseroan, hingga Maret 2019, perseroan melaporkan kerugian Rp 9,78 miliar.

Pendapatan bunga bersih perseroan tercatat hanya Rp 103,67 miliar secara tahunan terus turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 106,1 miliar.

Total nilai Aset pada Maret 2018 itu mencapai Rp 17,38 triliun. Sementara itu, total liabilitas perseroan tercatat sebesar Rp 15,37 triliun dengan total ekuitas Rp 2,02 triliun.

Pada Desember 2019, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mengumumkan keputusan untuk mengakuisisi Rabobank Indonesia. Pembelian ini dilakukan melalui anak usaha BCA, BCA Finance.

2. Bank RBS Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha kantor cabang asing The Royal Bank of Scotland N.V. (RBS) di Indonesia pada Februari 2018. Pencabutan ini dilakukan atas permintaan kantor pusat RBS di Belanda yang disampaikan pada OJK pada 1 November 2016.

RBS setop beroperasi karena induk usaha merubah strategi bisnis perusahaan, Selain menutup bisnis di Indonesia, RBS pusat juga menutup operasi di 24 negara lainnya. RBS Indonesia mulai beropoerasi pada tahun 1969.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2016 RBS menelan rugi bersih hingga Rp 28,23 miliar.Tahun sebelumnya, bank rugi Rp 78,13 miliar.

Buruknya kinerja RBS di Indonesia tersebut merembet ke tumbuh induk usahanya, Royal Bank of Scotland Group Plc. Sepanjang 2016, RBS Group menderita rugi hingga 7 miliar pounsterling.

Rugi itu bukan kali pertama, Sejak 2007, laporan keuangan tahunan RBSGroup selalu ditutupdefisit. Kondisi bank punmenuntut otoritas keuangan di Inggris untuk menyiapkan skema penyelamatan besar-besaran.

3. Bank ANZ Indonesia

Berlanjut di tahun 2018, PT Bank ANZ Indonesia asal Australia resmi melepas bisnis ritel mereka di Indonesia kepada PT Bank DBS Indonesia asal Singapura. ANZ Indonesia sendiri telah berdiri RI sejak tahun 1973.

Lini bisnis yang dilepas melingkupi kredit ritel dan layanan dana nasabah kaya atau wealth management. Tidak hanya di Indonesia, ANZ menjual lini bisnis miliknya itu di Singapura, Hong Kong, Cina, dan Taiwan.

Penjualan ini mengakibatkan kerugian bagi ANZ sebesar US$ 265 juta atau sekitar Rp3,4 triliun. Langah ini berkaitan dengan perubahan strategi dan fokus usaha ANZ di kawasan Asia.

Pada bula Oktober 2016, DBS telah mengumumkan rencana pengambilalihan Bisnis Retail dan Wealth Management ANZ pada pasar di Singapura, Hong Kong, China, Taiwan dan Indonesia.

4. Bank Barclays Indonesia

Bank asal Inggris ini berdiri pada 2009, mengakuisisi Bank Akita dan mengganti nama perusahaan jadi Bank Barclays Indonesia. Akan tetapi pada 2010 bank justru mengumumkan rencana melepas asetnya di Indonesia tersebut.

Chief Executive Officer John Varley penah mengatakan ekspansi perusahaan di sektor ritel dan perbankan terlalu agresif.

Bank Credit Agricole Indosuez

Selain itu ada juga bank asal Prancis yang memutuskan hengkang dari Indonesia. Dikutip dari Bank Indonesia, izin usaha Bank Credit Agricole Indosuez dicabut pada 27 Januari 2003.

Pencabutan izin itu atas permintaan pemegang saham. Alasan utama bank hengkang dari Indonesia adalah memburuknya kinerja perseroan.

Upaya restrukturisasi kredit dan penambahan modal yang sudah dilakukan tidak mampu menyelamatkan bank tersebut.