Bawaslu Perkuat Kelembagaan di Karimun, Bahas UU Pemilu & Putusan MK Soal Pemilu

Agenda penguatan kelembagaan Bawaslu di Hotel Aston Karimun. (Foto: Hairul S)
Agenda penguatan kelembagaan Bawaslu di Hotel Aston Karimun. (Foto: Hairul S)

KARIMUN – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terus memperkuat kelembagaan dengan menyerap aspirasi masyarakat. Kali ini, Bawaslu menggelar pertemuan di Kabupaten Karimun untuk membahas isu strategis terkait demokrasi di Indonesia.

Dalam diskusi tersebut, dua isu besar menjadi sorotan utama. Pertama, Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.

Kedua regulasi ini dinilai krusial karena berpengaruh langsung terhadap teknis dan administrasi penyelenggaraan Pemilu. Oleh sebab itu, Bawaslu menggandeng DPR RI sebagai mitra dalam pembahasan regulasi tersebut.

Baca Juga: Bupati Iskandarsyah Tegaskan PMI Harus Berorientasi pada Kemanusiaan

Pada kesempatan itu, Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo hadir secara luring. Sementara itu, Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, La Ode Khairul Anfal Rafsanjani, hadir secara langsung untuk memberikan pandangan.

Menurut Khairul, penguatan kelembagaan Bawaslu sangat penting karena menjadi ruang bagi publik untuk terlibat aktif dalam evaluasi regulasi Pemilu. Ia menegaskan, catatan dalam forum ini akan menjadi masukan berharga.

“Catatan dalam agenda ini tentu akan menjadi saran perbaikan baik secara teknis maupun sisi regulasi terhadap pelaksanaan Pemilu ke depan,” ungkap Khairul.

Ia juga menambahkan bahwa kritik dan masukan dari masyarakat akan memberi jaminan bagi terjaganya hak-hak rakyat serta menjaga kemurnian suara melalui gerakan pengawasan Pemilu yang aktif.

“Kami anggap penting mendengarkan hal-hal yang sudah berlangsung agar memperkuat teknis Pemilu dari sisi regulasi. Tentu peran publik sangat penting,” katanya.

Putusan MK 135 Dianggap Sebagai Transisi Demokrasi

Lebih lanjut, Khairul menyampaikan bahwa revisi UU Pemilu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Namun, pembahasannya baru dijadwalkan pada tahun 2026 mendatang.

Selain itu, ia juga menyoroti Putusan MK Nomor 135 yang memisahkan Pemilu Nasional dan Lokal. Menurutnya, keputusan ini merupakan bagian dari transisi demokrasi yang perlu pengawalan publik secara ketat.

“Kita perlu melihat lebih jelas secara substansi bagaimana itu dilaksanakan. Artinya ini bagian dari transisi demokrasi kita. Tentu dengan melihat dinamika di masyarakat secara umum dan juga terkait aturan-aturan ketatanegaraan,” jelasnya.

Baca Juga: Atasi PMI Ilegal, BP3MI Kepri Gandeng Malaysia Dalam Skema Baru

Meski demikian, Khairul menuturkan hingga kini belum ada sikap resmi dari fraksi-fraksi di DPR mengenai putusan tersebut.

“Sampai saat ini belum ada sikap resmi, tertutama juga dari masing-masing fraksi di DPR dalam rangka melihat putusan ini. Namun, kita perlu lihat secara utuh,” katanya.

Khairul pun mengakui bahwa pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal memang tidak bisa dilepaskan dari aspek politik. Namun, ia menegaskan belum ada dasar kuat untuk menilai keputusan ini sebagai kepentingan kelompok tertentu.

“Ini memang berkaitan dengan politik, namun ketika ini dimaknai sebagai politis untuk kelompok tertentu tidak juga bisa kita katakan demikian. Karena sampai hari ini belum ada pembahasan resmi, kita juga masih menunggu,” tutupnya.

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News