Begini Kata Analis, Soal Alasan Prabowo Pangkas Belanja APBN hingga Pemda Rp306 Triliun

Presiden RI Prabowo Subianto menggelar Sidang Kabinet Paripurna bersama seluruh jajaran Menteri Kabinet Merah Putih, Rabu, 22 Januari 2025, di Istana Kepresidenan Jakarta. (Foto:Dok/BPMI Setpres/Rusman)

JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto resmi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

Pada Inpres tersebut, Presiden Prabowo Subianto menargetkan penghematan pelaksanaan APBN dan APBD 2025 hingga Rp306,69 triliun. Inpres tersebut diteken Prabowo Subianto, Rabu 22 Januari 2025.

Adapun pemangkasan belanja yang dimaksud, yakni belanja perjalanan dinas hingga uang honor, baik di Kementerian/Lembaga (KL) maupun di pemerintah daerah (Pemda).

Pertama, Prabowo memangkas anggaran belanja KL senilai Rp256,1 triliun. Kedua, ia juga memotong alokasi dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun.

Presiden Prabowo menekankan penghematan hanya dilakukan dari belanja yang tidak terlalu urgent, seperti perjalanan dinas. Sedangkan, pengeluaran untuk gaji pegawai dan bantuan sosial (bansos) tetap diutamakan.

Selain itu, Prabowo meminta para menterinya segera membahas rencana penghematan anggaran ini dengan DPR RI dan melaporkan padanya paling lambat 14 Februari 2025.

Namun presiden tidak menyebutkan, alasan pemangkasan anggaran besar-besaran yang dilakukan, di tengah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinyatakan membutuhkan dana.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan, pemangkasan anggaran belanja yang begitu besar ini wajar dilakukan oleh Presiden Prabowo.

Ronny menilai bahwa Presiden Prabowo memiliki banyak program yang memang membutuhkan anggaran yang besar.

“Saya tidak tahu persisnya untuk apa penghematan ini, yang jelas kan tidak hanya untuk makan siang gratis. Banyak program pemerintah yang harus dibiayai. Yang diprioritaskan oleh pemerintahan Prabowo, ternyata anggarannya belum jelas, sehingga kita bisa lihat defisit kita besar,” ujar Ronny Sasmita.

Ronny menyebutkan, apabila Prabowo memang tetap berambisi menjalankan program MBG andalannya, sudah pasti defisit akan melebar, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Apalagi, kata Ronny, pemangkasan anggaran berasal dari perjalanan dinas yang sebetulnya paling diandalkan untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi di daerah.

Dia menilai, kebijakan pemangkasan anggaran pos ini tak sejalan dengan ambisi mencapai perekonomian 8 persen.

Sebab, kebijakan serupa pernah dilakukan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo yang kala itu memangkas anggaran perjalanan dinas KL dan Pemda hingga 50 persen.

Ternyata, dampaknya ternyata sangat berat dan diprotes pengusaha dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Buntutnya, kebijakan pemangkasan ala Jokowi hanya bertahan satu tahun.

Pemangkasan anggaran perjalan dinas, akan sangat menekan industri perhotelan dan restoran, dan Ronny memperkirakan ke depannya tugas Kementerian Pariwisata makin berat, karena butuh waktu untuk memulihkan sektor pariwisata.

“Bisnis transportasi, perhotelan, restoran, dan tourism, itu cukup terganggu dengan pengurangan biaya ini. Wisatawan dalam negeri itu kan rata-rata berasal juga dari perjalanan dinas, yang menggunakan jasa hotel, menggunakan jasa transportasi, dan menguntungkan jasa restoran. Jadi ini risikonya,” terang Ronny menjelaskan.