BATAM – Sebanyak 74 kontainer yang sebelumnya disegel Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum LH) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Bea Cukai (BC) dan BP Batam, masih terlihat menumpuk di kawasan Terminal Pelabuhan Peti Kemas Batu Ampar, Batam.
Pantauan langsung ulasan.co pada Selasa 7 September 2025 menunjukkan puluhan kontainer berbagai warna itu berada di ujung pelabuhan dan ditumpuk bertingkat, sebagian kontainer tampak berkarat. Kendati demikian, aktivitas bongkar muat tampak tetap berjalan seperti biasa.
Sebagai penanda, setiap kontainer yang diduga berisi limbah B3 itu disegel menggunakan gembok merah berlogo Bea Cukai, lengkap dengan stiker berwarna merah dengan logo serupa.
Pada kontainer juga terdapat nama perusahaan pelayaran internasional seperti Maersk, Hapag-Lloyd, Yang Ming, Triton, dan Seaco. Kontainer-kontainer tersebut memiliki tinggi sekitar 2,9 meter dan panjang 9,5 meter.
Menurut seorang pekerja di lokasi yang enggan disebutkan namanya, kontainer-kontainer itu telah berada di Pelabuhan Batu Ampar selama hampir dua minggu. Namun, waktu kedatangan masing-masing kontainer berbeda-beda karena datang secara bertahap.
Ia menjelaskan, sebagai operator pelabuhan, tugas mereka terbatas pada penerimaan data seperti nomor kontainer, ‘ship particulers’ yaitu jenis kapal, ukuran, serta asal pelayaran (origin).
Sedangkan, informasi mengenai isi kontainer, menurutnya, menjadi wewenang penuh Bea Cukai, yang diperoleh melalui dokumen Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (BC 1.0) dan Pemberitahuan Kedatangan/Keberangkatan Sarana Pengangkut (BC 1.1).
“Sebelum kapal tiba, datanya pasti sudah lebih dulu diterima Bea Cukai. Kalau ada indikasi isinya tidak sesuai, Bea Cukai biasanya akan memberi informasi ke terminal,” ujarnya menegaskan.
Ia menambahkan bahwa informasi mengenai isi kontainer biasanya tercantum dalam manifes (daftar barang niaga yang diangkut sarana pengangkut melalui laut, udara, atau darat). Namun, sebagai operator terminal, mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuka atau memeriksa isi kontainer.
“Kalau di kami, tidak bisa buka atau periksa isi kontainernya,” katanya lagi.
Selama dua tahun bekerja di Terminal Batu Ampar, ia mengaku baru pertama kali melihat kasus seperti ini. Bahkan, ia menyaksikan langsung proses pemeriksaan isi kontainer oleh tim Bea Cukai dan Gakkum LH waktu lalu.
“Kami juga sudah koordinasi dengan pihak BC. Informasinya akan segera direekspor. Ya, kalau bisa lebih cepat lebih baik, karena kalau terlalu lama di sini, kontainer lain jadi susah bergerak di area ini,” ucapnya menyampaikan.
Sementara itu, menurut informasi terbaru dari Bea Cukai Batam yang disampaikan Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI), Evi Oktavia, pada Selasa 7 Oktober 2025, total 74 kontainer tersebut merupakan hasil akumulasi dari dua tahap penindakan yang dilakukan antara 26-29 September 2025.
Pada tahap pertama, 23 kontainer telah ditangani. Dari jumlah tersebut, 18 kontainer sudah menjalani pemeriksaan fisik bersama KLH dan kini menunggu proses permohonan reekspor ke negara asal.
Sementara tiga kontainer lainnya masih menunggu jadwal pemeriksaan fisik, dalam kondisi tersegel di pelabuhan. Dua kontainer sisanya belum tiba di Batam, namun direncanakan akan langsung dikembalikan melalui mekanisme Return on Board (RoB) oleh importir.
Tahap kedua melibatkan 53 kontainer. Sebanyak 43 di antaranya telah diperiksa fisik. Sisanya, 10 kontainer kini berada di Pelabuhan Batu Ampar dalam kondisi tersegel dan masih menunggu giliran pemeriksaan.
Secara keseluruhan, dari 74 kontainer yang ditindak, 61 kontainer telah diperiksa fisik, sementara 13 kontainer lainnya masih tersegel dan belum diperiksa.
Dalam kasus ini, dua perusahaan yang diduga sebagai pemilik barang PT Esun Internasional Utama Indonesia dan PT Logam Internasional Jaya disorot karena terdata sebagai pemilik kontainer. Perusahaan lain yang juga diduga terlibat adalah PT Batam Battery Recycle Industry (menurut rilis resmi KLH)
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bea Cukai, kontainer berisi berbagai barang bekas dalam kondisi rusak dan terkontaminasi, antara lain potongan kabel dan charger, suku cadang komputer, printed circuit board, blok sparepart berkarat dan berminyak, komponen AC dalam keadaan kotor, basah dan berbau, serta campuran barang lain seperti ban sepeda, lampu gantung, dan pipa. Seluruh temuan dituangkan dalam Surat Bukti Penindakan (SBP) dan Laporan Pelanggaran untuk ditindaklanjuti lebih lanjut oleh Unit Penyidikan.
Bea Cukai menyebut, dugaan pelanggaran mengacu pada Pasal 53 ayat (3) UU Kepabeanan, Pasal 69 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Pasal 71 ayat (1) PP Nomor 41 Tahun 2021.
Sementara itu, KLH juga menyebut kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke wilayah Indonesia dapat dipidana penjara 5 hingga 15 tahun dan didenda Rp5 miliar hingga Rp15 miliar.

















