Belasan Tahun Menyapa Nasib di Tepi Laut

Hujan deras menyapa Bumi Gurindam 12, diiringi beberapa kali kilat dari langit yang menggelap.

Suara gemercik air yang jatuh dari langit seolah menegur orang-orang untuk segera berteduh. Suara angin dari laut pun berhembus begitu kencang, berbaur dengan hujan.

Jalan pun sunyi. Lalu lalang di jalur padat kawasan Tepi Laut pun seketika itu sunyi. Para pengendara roda dua berteduh, dan sesekali mengerut menahan dingin.

Dari Laman Boenda, Gedung Gonggong di Tanjungpinang, seorang pria paruh baya malah sibuk beraktivitas, seolah berteman dengan hujan dan angin kencang.

Adalah Bakhri Rahman, pria sederhana yang mengaku sudah 15 tahun bercengkerama di tepi jalan raya, persis di sekitar Laman Boenda.

Bakhri bukan pegawai, bukan pula polisi, namun sehari-hari mengenakan rompi khas dari Dinas Perhubungan Tanjungpinang. Ya, rompi kuning terang sebagai tanda pengenal awal bagi pengendara yang ingin mendapat bantuannya.

Hari itu, pria yang kini berusia 40 tahun itu mengenakan celana coklat, topi merah, kemeja putih. Ia sibuk dengan tugasnya mengatur parkiran di pinggir Jalan Raya Hang Tuah.

Meski tubuhnya basah, ia tetap tersenyum menyapa pengendara yang memaskir kendaraan. Sikapnya yang begitu bersahaja menarik perhatian pengendara.

“Saya bekerja sebagai tukang parkir di sekitar 15 tahun yang lalu. Awalnya, saya jadi tukang parkir di kawasan Kaca Puri dekat KFC. Dahulu belum ada penertiban, sekarang sudah ada penertiban, jadi saya daftar langsung ke Dishub biar resmi,”ucapnya sambil tersenyum.

Di Jalan Hang Tuah, tepatnya tepi laut memang banyak di jumpai tukang parkir. Hal tersebut sangat berarti bagi masyarakat kota Tanjungpinang karena lokasi Laman Boenda yang ramai setiap harinya dan menyebabkan jalan macet.

Kehadiran tukang parkir justru membuat semuanya menjadi lebih baik, bahkan sangat membantu aparat kepolisian saat menertibkan kendaraan.

Keramaian di kawasan Laman Boenda memang tak terbantahkan lagi, apalagi di akhir pekan, dengan suasana yang nyaman serta banyak pilihan jajanan, menjadikan Laman Boenda sebagai tempat tujuan wisata yang dapat menghilangkan penat rutinitas kegiatan sehari-hari.

“Dalam sehari pendapatan saya rata-rata antara Rp100.000-Rp150.000. Itu dalam kondisi ramai,” ucapnya.

Bagaimana dalam kondisi sepi? Bakhri menuturkan, dalam kondisi sepi, penghasilnya paling banyak Rp50.000 perhari.

“Cukup tidaknya penghasilan tersebut ia terima dengan lapang dada. Penghasilan berapa pun saya terima-terima aja, yang penting kebutuhan keluarga terpenuhi,” ujarnya.

Bakhri mengaku tidak memiliki pekerjaan lain. Ia bukan tidak ingin pekerjaan yang lebih baik, namun untuk mendapatkan pekerjaan dibutuhkan ijazah yang memadai dengan keahlian khusus. Sementara ia hanya mengantongi ijazah SD.

Karena itu, ia tetap bertahan sebagai tukang parkir, meski saingan semakin berat.

“Saya tidak bisa bayangkan kalau kehilangan pekerjaan ini. Sebab, setiap hari, uang itu dikelola istri saya untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” ucapnya.

Pewarta: Engesti