Bintan “tersandera” hutan lindung dan lahan tidur

 

Bintan, ulasan.co – Permasalahan hutan lindung yang mencuat dalam beberapa pekan terakhir bukan hanya “menyandera” masyarakat pemilik lahan, melainkan juga pemerintah.

Pertemuan warga pemilik lahan dengan Pemkab Bintan di Community Centre, Selasa (22/10) menunjukkan ada yang tidak beres dalam penetapan hutan di atas lahan milik masyarakat.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

“Warga memiliki sertifikat, surat tebas dsn surat alashak atas tanah yang dimiliki sehingga merasa dirugikan akibat patok hutan yang dipasang petugas baru-baru ini,” kata Salah seorang tokoh masyarakat Bintan, Iman Alie dalam pertemuan itu.

Ratusan warga Bintan mendesak pemerintah pusat meninjau kembali penetapan kawasan hutan di daerah tersebut, karena mereka dirugikan.
Mereka mendesak agar patok hutan lindung dicabut.

Desakan itu disampaikan warga yang mengantongi surat atas tanah yang dikuasainya saat berdialog dengan Sekda Bintan Adi Prihantara, anggota DPRD Bintan dan instansi terkait lainnya di Gedung Community Centre.

Ali dalam pertemuan itu mengatakan, hak warga atas kepemilikan lahan semestinya dilindungi pemerintah. Penetapan kawasan hutan seharusnya tidak semena-menang yang menyebabkan warga dirugikan.

“Akibat pemasangan patok lahan di lahan yang sudah dikuasai warga menyebabkan warga dirugikan,” tegasnya.

Sejumlah warga yang sudah memiliki sertifikat lahan di dalam kawasan hutan, yang baru-baru ini dipatok. Padahal sertifikat itu lebih dahulu diterbitkan BPN dibanding penetapan kawasan hutan.

“Ada juga yang memiliki surat kepemilikan lahan dalam bentuk lainnya seperti surat tebas, dan surat alashak, namun tidak dapat dipergunakan lantaran masuk kawasan hutan,” ujarnya.

Dialog yang sempat memanas itu tidak membuahkan hasil sesuai dengan keinginan warga, karena penetapan kawasan hutan itu berdasarkan kebijakan pemerintah pusat. Namun Sekda Bintan Adi Prihantara berjanji akan memperjuangkan hak warga.

“Saya akan menyampaikan aspirasi warga kepada pemerintah pusat. Semoga ada solusi yang terbaik,” kata Sekda Bintan, Adi.

Dari data ulasan.co, persoalan penetapan hutan di Bintan bukan pertama kali terjadi. Aksi protes berulang kali.

Pemerintah Bintan dan Pemerintah Pusat semestinya sadar bahwa persoalan penetapan hutan di daerah tertua di Kepri itu menghambat pembangunan, apalagi diduga penetapan kawasan hutan merugikan pemilik lahan yang jauh lebih dahulu mengantongi sertifikat.

Praktik semena-mena itu menunjukkan pemerintah tidak prorakyat. Padahal konflik tanah tersebut bertentangan dengan visi Presiden RI yang ingin menjadi tanah, bumi Indonesia sebagai jalan menuju kesejahteraan masyarakat.

Konflik lahan antara pemerintah dengan pemilik lahan di Bintan mengingatkan kembali peristiwa 11 tahun silam. Sekda Bintan kala itu dijabat oleh Azirwan, terpaksa mengorbankan dirinya akibat kejahatan oknum anggota DPR, Al Amin Nasution.

Dari proses peradilan, KPK berhasil mengungkap ada praktik jual beli kebijakan dalam penetapan kawasan hutan di Bintan. Praktik itu dilakukan oknum anggota DPR berulang kali memeras Azirwan.

Sementara Azirwan berjuang agar lahan di Desa Bintan Buyu, Bintan tidak masuk dalam kawasan hutan lindung.

Data lainnya menunjukkan ada persoalan lain yang seharusnya diperhatikan pemerintah yakni lahan tidur di Bintan begitu luas. Bahkan ada lahan yang dikuasai beberapa perusahaan sejak puluhan tahun lalu namun tidak dikelola.

Kondisi itu, berpotensi menghambat pembangunan di Bintan.