BMKG: Hujan Buatan di lokasi Karhutla Terkendala Kondisi Langit

Jakarta, ulasan.co – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menilai langkah penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terkendala kondisi langit yang cenderung bersih dan tidak berawan.

Menurutnya kondisi tersebut menyulitkan upaya pemerintah membuat hujan buatan di kawasan yang terdapat titik api (hotspot).

“Sejak bulan Juli sampai hari ini, langit Indonesia itu bersih hampir tidak ada awan. Sehingga upaya yang disiapkan BNPB untuk membuat hujan buatan tidak mudah terjadi,” ucap Dwikorita disela konferensi media di gedung BNPB, Jakarta, Sabtu (14/9).

Kendati demikian, Dwikorita mengatakan pihaknya telah mendeteksi adanya awan hujan sejak Jumat (13/9) pukul 22.00 WIB yang berpotensi untuk dijadikan hujan buatan.

Kemunculan awan ini nantinya akan digunakan oleh BNPB untuk menembakkan garam dalam proses pembuatan hujan buatan.

“Kami lihat potensi pertumbuhan awan saat ini terjadi si Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Utara, Papua Barat dan Papua. Dari daerah-daerah itu yang banyak kebakaran hujan adalah Riau,” ungkapnya,dilansir dari CNN Indonesia.

BMKG mengatakan sepanjang September curah hujan di Indonesia sangat minim. “Curah hujannya maksimal 10mm dalam 10 hari,” ucapnya.

Namun BMKG mencatat wilayah-wilayah yang terkena karhutla akan memasuki musim hujan lebih awal yakni Oktober. Sementara sejumlah wilayah di Indonesia secara umum baru memasuki musim hujan di bulan November.

“Di daerah yang terkena kebakaran hutan, Oktober itu sudah ada yang mulai hujan,” ungkapnya.

Warga pesisir di Kelurahan Senggarang krisis air

Warga pesisir di Kelurahan Senggarang, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau mengalami krisis air bersih sejak Agustus 2019 sampai sekarang.

“Sejak bulan lalu kami membeli air atau menerima bantuan air bersih dari berbagai pihak,” kata Yulianto, salah seorang warga di Senggarang, Tanjungpinang, Sabtu.

Hari ini, warga menerima bantuan air dari Asman, salah seorang anggota DPRD Tanjungpinang. Ratusan keluarga dari dua RT mendapatkan bantuan tersebut.

“Setiap tiga hari sekali Pak Asman menyiapkan air bersih untuk warga,” katanya.

Nunung, salah seorang warga setempat, mengatakan, dalam sehari keluarganya membutuhkan air sebanyak 12 jeriken. Air itu digunakan untuk sebagai air minum, cuci pakaian, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

“Kalau tidak ada bantuan, kami membeli air, 1000 liter Rp60.000,” tuturnya sambil mengangkat jeriken yang berisi air.

Sementara Harnani, warga lainnya di Kelurahan Senggarang, mengatakan, sumber air bersih warga selama ini disalurkan dari atas bukit. Air itu bersumber dari sumur, yang dimasukkan ke dalam drum berukuran besar sebelum disalurkan ke rumah warga.

“Namun sejak dua bulan terakhir sudah tidak ada air bersih,” katanya.