Budidaya Ulat Bumbung, Peluang Bisnis dari Kalimantan Selatan

Budidaya Ulat Bumbung, Peluang Bisnis dari Kalimantan Selatan
Ulat Bumbung. (ANTARA/M Taupin Rakhman)

Barabai – Ulat yang selama ini merupakan hewan yang menggelikan bagi sebagian orang ternyata bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi masyarakat di Kalimantan Selatan.

Seperti ulat bumbung atau ulat yang berkembang biak di dalam bumbung bambu tersebut, menjadi salah satu hewan yang dicari oleh beberapa komunitas warga untuk pakan burung, ikan dan reptil juga untuk memancing.

Salah seorang pengusaha ulat bumbung, Tahmidillah (41), warga Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), mampu meraup keuntungan hingga Rp10 juta per bulan dari bisnis ulat yang dia datangkan dari berbagai daerah di Indonesia.

Baca juga: Ingin Memulai Bisnis Fasyen, Simak Langkah Mudahnya

Dari penjualan ulat tersebut, distributor se-Banua Enam, yang meliputi Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Utara (HSU), Tabalong, Balangan dan Tapin, mempu menghidupi kebutuhan rumah tangga dan sekolah putra-putrinya.

Menurut dia, ulat bumbung atau ulat bambu yang bernama ilmiah Erionota thrax ini, biasanya dimanfaatkan warga untuk umpan memancing ikan.

“Pasarnya cukup luas, sebagian besar warga yang hobi memancing, mencari ulat ini, agar pancingnya cepat dipatok ikan,” katanya.

Ulat Bumbung. (ANTARA/M Taupin Rakhman)

Apalagi selama masa pandemi, kebutuhan ulat ini semakin meningkat, seiring semakin banyaknya warga yang hobi memancing untuk mengisi waktu luangnya.

Baca juga: Budidaya Udang Vename Kini Bisa Gunakan Microbubble

Hal tersebut, juga ditandai dengan menjamurnya tempat-tempat wisata pemancingan yang ada hampir di seluruh wilayah Kalsel.

Di wilayah Banua Anam, ulat bambu menjadi primadona bagi pemancing untuk dijadikan umpan. Biasanya ulat ini untuk memancing ikan haruan (gabus) dan papuyu (betok).

Belum dibudidayakan

Sayangnya, potensi ternak ulat tersebut belum dimanfaatkan dengan baik oleh peternak ulat daerah, sehingga terpaksa untuk mendapatkan ulat-ulat tersebut, pedagang harus mendatangkan dari Jawa dan Sumatra.

Menurut Tahmidillah, hingga kini belum ada peternak yang berhasil membudidayakan ulat bumbung ini, walaupun telah beberapa kali dicoba.

Beberapa pembudidaya di Amuntai, Kandangan, Balangan, Tanjung, Tapin termasuk HST belum ada yang berhasil mengembangkan.

Sehingga, terpaksa hingga kini para pedagang masih harus mendatangkan ulat-ulat tersebut dari beberapa daerah di Jawa, seperti dari Bandung, Semarang, dan Surabaya serta dari beberapa daerah di Sumatra.

Setiap kali datang biasanya sebanyak 2 ribu hingga 4 ribu ruas (bumbung) atau disesuaikan dengan musim.