Dari Uang Receh ke QR Code: Cerminan Bangsa Melek Ekonomi

Pengamat ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tanjungpinang, Dimas Satriadi,
Pengamat ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tanjungpinang, Dimas Satriadi. (Foto: Ardiansyah)

TANJUNGPINANG – Bayangkan suatu pagi di pasar tradisional, seorang pedagang kecil menerima pembayaran hanya dengan QR code atau kode batang. Tanpa uang tunai, tanpa repot mencari kembalian, cukup sekali pindai dan transaksi selesai.

Adegan ini kini bukan sekadar bayangan, melainkan sudah menjadi bagian dari keseharian banyak warga Indonesia. Di balik kemudahan tersebut, ada peran besar Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral yang mendorong digitalisasi sistem pembayaran, serta masyarakat yang kian melek teknologi dan keuangan.

Inilah momentum penting dalam perjalanan bangsa menuju masyarakat cerdas ekonomi—sebuah sinergi antara kebijakan moneter dan keterlibatan aktif warga negara yang disebut sebagai smart citizen.

Peran Bank Indonesia dalam mewujudkan digitalisasi ekonomi bukan hanya soal menjaga kestabilan nilai rupiah, tetapi juga tentang bagaimana menciptakan ekosistem pembayaran yang efisien, aman, dan inklusif.

Salah satu terobosannya adalah implementasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Melalui QRIS, Bank Indonesia mendorong digitalisasi UMKM dan memperluas inklusi keuangan hingga ke pelosok negeri. Lebih dari 38 juta merchant dan 56 juta pengguna kini telah memanfaatkan QRIS, dan jangkauannya bahkan telah melampaui batas negara, menjangkau Malaysia, Thailand, dan Singapura, serta dalam waktu dekat akan terhubung dengan Jepang.

QRIS menjadi simbol nyata dari bagaimana inovasi sistem pembayaran dapat merangkul berbagai lapisan masyarakat. Tak hanya itu, BI juga meluncurkan BI-FAST, sistem transfer dana antarbank secara real-time yang beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan QR Code ini.

Dengan biaya transaksi yang rendah, BI-FAST telah menjadi andalan masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan transfer cepat dan murah. Sepanjang tahun 2023 saja, tercatat lebih dari Rp1,9 miliar transaksi yang diproses melalui BI-FAST, menjadikan Indonesia salah satu pasar dengan pertumbuhan transaksi real-time QR Code tercepat di dunia.

Pertumbuhan Ekonomi Kepri Tertinggi di Sumatera, Capai 5,16% Persen

Namun, keberhasilan digitalisasi ini tak akan berarti banyak tanpa kesiapan masyarakat dalam menggunakannya secara bijak. Literasi keuangan dan digital menjadi kunci. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bersama Bank Indonesia, secara aktif menggencarkan berbagai program edukasi untuk mendidik masyarakat agar tidak hanya memiliki akses terhadap layanan keuangan, tetapi juga memahami cara memanfaatkannya dengan benar.

Sepanjang 2024 hingga awal 2025, OJK mencatat lebih dari 5.000 kegiatan edukasi keuangan telah digelar, menjangkau lebih dari 7 juta peserta. Bahkan melalui Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN), OJK menjangkau lebih dari 120 juta peserta melalui berbagai kanal dan platform.

Program-program seperti Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), Simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SiMUDA), serta Kredit Melawan Rentenir adalah bentuk nyata intervensi negara untuk membekali generasi muda dan pelaku UMKM dengan pengetahuan keuangan dasar yang memadai.

Meski begitu, tantangan masih besar. Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan Indonesia pada 2025 baru mencapai 66,46 persen, sementara inklusi keuangan berada di angka 80,51 persen. Ini artinya, meskipun semakin banyak masyarakat yang memiliki akses terhadap layanan keuangan, masih ada sekitar sepertiga dari populasi yang belum sepenuhnya memahami prinsip dasar keuangan.

Belum lagi tantangan geografis dan infrastruktur digital. Ribuan desa di Indonesia masih mengalami keterbatasan akses internet yang layak, sehingga membatasi kesempatan mereka untuk terhubung dengan ekosistem digital yang tengah berkembang.

Di sisi lain, rendahnya literasi digital juga membuat masyarakat rentan terhadap penipuan online dan investasi bodong. Banyak yang belum paham perbedaan antara produk keuangan legal dan ilegal, serta tidak memiliki keterampilan untuk mengenali risiko dan mengelola keuangan pribadi secara sehat.

[VIDEO] MAKIN BANYAK SAINGAN, KOPIWAY MAKIN CUAN | U-BISNIS

Dalam konteks inilah peran smart citizen menjadi sangat krusial. Seorang smart citizen bukan hanya pengguna aktif teknologi, melainkan juga individu yang cakap secara finansial, kritis terhadap informasi, serta adaptif terhadap perubahan.

Mereka adalah warga yang memahami manfaat menabung, mampu membedakan investasi yang legal, dan tahu bagaimana menggunakan teknologi keuangan secara aman. Contohnya, seorang pedagang kecil yang menggunakan QRIS untuk bertransaksi sudah menjadi bagian dari ekosistem digital dan menunjukkan bahwa literasi teknologi dan ekonomi bisa tumbuh dari bawah.

Seorang pemuda yang tahu cara mengelola keuangan pribadi dengan aplikasi digital, dan tidak mudah tergiur janji investasi berimbal hasil tinggi, juga telah berkontribusi menjadi warga cerdas yang membantu memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari sisi mikro.

Bank Indonesia dan OJK pun menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang sehat. Tak hanya sebagai pengguna, warga juga diajak menjadi pengembang dan pencipta solusi melalui berbagai kompetisi dan program inovasi. Salah satunya adalah Hackathon Keuangan Digital yang membuka ruang bagi generasi muda untuk menciptakan aplikasi dan layanan yang mendorong inklusi keuangan.

Kegiatan ini memperlihatkan bahwa transformasi digital bukan hanya top-down, melainkan harus bersifat kolaboratif—didorong oleh negara, tetapi digerakkan oleh masyarakat.

Mewujudkan masyarakat melek ekonomi dan adaptif terhadap perubahan adalah cita-cita besar yang tak bisa dicapai dalam semalam. Ia memerlukan kerja keras bersama: kebijakan yang proaktif dari bank sentral, program edukasi yang berkelanjutan dari otoritas keuangan, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.

Ketika warga negara menjadi subjek, bukan objek, dalam pembangunan ekonomi, maka Indonesia tak hanya akan memiliki sistem keuangan yang canggih, tetapi juga masyarakat yang siap menghadapi tantangan zaman. Dalam dunia yang berubah cepat, smart citizen adalah fondasi utama menuju masa depan ekonomi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.