Daya Tampung Terbatas, 1.017 Calon Siswa SMP di Batam Terancam Tak Sekolah

Rapat Dengar Pendapat bersama Disdik Kota Batam di ruang rapat komisi IV DPRD Kota Batam. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

BATAM – Sebanyak 1.017 calon siswa tingkat SMP di Kota Batam, Kepulauan Riau terancam tak sekolah karena keterbatasan daya tampung yang masih menjadi kendala.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Kota Batam, bersama perwakilan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam, mereka mengakui daya tampung sekolah tahun ini belum mencukupi untuk menampung seluruh peserta didik baru.

Dari data yang diterima ulasan.co, ada 23.807 calon peserta didik usia 6-7 tahun yang diperkirakan akan masuk SD.

Kemudian, 21.204 siswa tamat SD yang akan naik ke jenjang SMP.

Sementara itu, daya tampung keseluruhan untuk SD hanya tersedia 13.572 kursi.

Sementara tingkat SMP hanya memiliki daya tampung 20.187 kursi.

Jika dihitung dalam satu rombongan belajar (rombel), maka kapasitas maksimalnya 36 siswa.

Dengan demikian, ada sekitar 10.235 calon siswa SD, dan 1.017 calon siswa SMP yang terancam tidak tertampung.

Persoalan ini yang masih menjadi fokus perhatian Anggota DPRD Kota Batam, salah satunya Udin P. Sihaloho dari Komisi IV.

Udin mempertanyakan solusi yang disiapkan Disdik Batam, terkait keterbatasan daya tampung tersebut.

Menurutnya, kelebihan jumlah calon peserta didik yang belum tertampung hanya dapat diselesaikan melalui dua solusi, yakni menambah daya tampung siswa per rombel.

Baca juga: Tambah Daya Tampung Siswa, Pemko Batam Bangun Dua Sekolah Baru

Solusi lainnya, mendorong distribusi siswa ke sekolah-sekolah swasta.

Namun, untuk opsi terakhir, daya tampung juga masih terhitung terbatas.

Selain itu, di situasi pasca pandemi COVID-19 yang sedikit banyak berdampak pada perekonomian masyarakat ini, para orangtua kemungkinan lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah negeri karena masalah biaya.

“Dari Disdik sendiri melihat daya tampung tahun ini tetap akan ada kekurangan. Tapi mereka tetap berupaya dengan ruang kelas yang ada, agar tetap bisa tersedia,” kata Udin saat ditemui ulasan di ruang rapat Komisi IV DPRD Batam, Kamis (19/5).

Solusi jangka panjang, ke depannya tentu Disdik Batam terus didorong untuk menambah ruang kelas baru (RKB) atau membangun sekolah baru.

Namun, dalam hal ini, Udin menyoroti adanya sekolah yang masih menyediakan jumlah ruang kelas terbatas seperti SMPN 62 Batam yang diketahui hanya memiliki dua ruang kelas.

“Ini hal yang menggelikan. Masa sekolah cuma punya dua ruang kelas. Kami tidak mau hal ini terjadi lagi,” lanjutnya.

Ia menyarankan, apabila nantinya dianggarkan pembangunan sekolah baru, maka ruang kelas juga harus dibangun semaksimal mungkin dan minimal berjumlah 10 sampai 12 ruang kelas dalam satu sekolah.

Hal ini bertujuan, agar ada lebih banyak calon peserta didik yang bisa tertampung.

Selain itu, Udin juga mendorong Disdik Batam untuk memperhatikan warga Batam usia anak-anak dan remaja yang putus sekolah.

Menurutnya, anak-anak putus sekolah ini harus diantisipasi agar tetap dapat mengenyam pendidikan dasar.

Baca juga: Bright PLN Tambah Pasokan Listrik Batam
Pasalnya, saat ini cukup banyak kasus-kasus kriminal, khususnya curanmor yang pelakunya masih di bawah umur atau usia sekolah.

Udin menganggap, fenomena ini sangat memprihatinkan dan perlu campur tangan pemerintah terutama Dinas Pendidikan untuk mengatasinya.

“Masih tingginya tingkat putus sekolah ini juga harus menjadi prioritas buat Disdik, supaya anak-anak ini bisa ditampung di sekolah atau PKBM,” ujar Udin.

Sementara itu, Hernowo, perwakilan Disdik Kota Batam juga Kepala Bidang SMP Disdik Kota Batam, menyampaikan beberapa solusi yang dipersiapkan untuk mengatasi kendala PPDB ini.

Beberapa solusinya adalah, menaikkan kapasitas daya tampung dari 36 siswa menjadi 40 siswa per rombel.

Solusi lain menurutnya yakni lintas zonasi.

Kemudian, Disdik juga mengaku sudah mengupayakan pengentasan persoalan anak putus sekolah, dengan menjaring data-data dari sekolah-sekolah atau bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

“Usia 8 tahun kami prioritaskan, dan juga anak putus sekolah selagi bisa kami monitor akan kami selesaikan,” tutupnya.