Dekan FISIP Bantah Lakukan Pelecehan, Unri Bentuk Tim Pencari Fakta

Dekan FISIP Bantah Lakukan Pelecehan, Unri Bentuk Tim Pencari Fakta
Tangkapan layar - Video seorang mahasiswa yang mengaku mendapat tindakan pelecehan seksual.

Pekanbaru – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (Unri), Syafri Harto, membantah telah melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswi yang videonya viral di media sosial. Dia mengaku akan menuntut balik.

“Saya bersumpah tak ada melakukan apa yang diutarakan oleh LM. Seperti apa yang diviralkan oleh akun @komahi_ur,” ujar Syafri didampingi istrinya di Pekanbaru, Jumat (5/11).

Baca juga: Mahasiswi UNRI Bagikan Masker untuk Masyarakat Kota Batam

Syafri mengaku akan menuntut balik para pihak yang telah mencemarkan nama baik dirinya. Dia mengancam akan menuntut hingga Rp10 miliar.

“Saya merasa dirugikan, saya tidak berbuat seperti apa yang dituduhkan. Pertama, saya akan tuntut balik admin IG itu. Kedua, saya tuntut mahasiswi ini. Ketiga, saya akan cari aktor intelektualnya dan saya juga akan tuntut masing-masing Rp10 M,” katanya.

Tuntutan itu akan dilakukan setelah Syafri melaporkan ke polisi. Dalam waktu dekat, Syafri mengaku akan melaporkan soal pencemaran nama baik.

“Secepatnya saya laporkan ini ke polisi. Ini nama baik saya, keluarga saya tentu tidak terima,” katanya.

Baca juga: Meriahkan Tahun Baru Islam, Tim Pengabdian UNRI Jalin Kerja Sama dengan PHBI Desa Telaga Tujuh

Sebelumnya, salah satu mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional Unri angkatan 2018 mengaku dicium dan dipeluk Syafri. Aksi itu dilakukan saat dia melakukan bimbingan proposal skripsi di ruang dekan pada 27 Oktober lalu.

Setelah videonya viral, LM mendatangi SPKT Polresta Pekanbaru. Dia datang didampingi Ketua BEM, Kahar, dan kerabatnya.

Bahkan, Rektor Unri Prof Aras Mulyadi buka suara terkait dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi. Aras mengatakan telah membentuk tim pencari fakta (TPF).

“Kami sudah membentuk tim pencari fakta yang akan menindaklanjuti peristiwa sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku, dengan tetap mengedepankan asas presumption of innocence (praduga tak bersalah),” kata Aras kepada wartawan, Jumat (5/11).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *