Dengan Keadilan Restoratif, Tiga Perkara di Kejati Sumsel Diselesaikan

Dengan Keadilan Restoratif, Tiga Perkara di Kejati Sumsel Diselesaikan
Jaksa Agung RI Burhanuddin menyaksikan pemberian Surat Penghentian Penuntutan (SKP2) di satker Kejati Sumsel (Foto: Puspenkum)

Sumatera Selatan – Dengan jalur program keadilan restoratif, tiga perkara ditangani satuan kerja (satker) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) diselesaikan.

Penyelesaian perkara itu disaksikan langsung oleh Jaksa Agung RI Burhanuddin pemberian Surat Penghentian Penuntutan (SKP2) atas penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Khaidirman di Palembang mengatakan, tiga perkara yang sepakat menempuh jalur keadilan restoratif tersebut ialah perkara pencurian yang penuntutannya ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Enim dengan tersangka atas nama Afriansyah.

Tersangka disangkakan melanggar Pasal 365 KUHP lantaran mencuri gawai milik Deva Puspita (korban) pada Minggu (19/9) dengan alasan untuk dijual lalu uangnya digunakan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Lalu dua perkara saling lapor di Kejari Kota Pagaralam yaitu satu kasus atas nama Aprida sebagai tersangka dan Yuliana korban dan sebaliknya. Keduanya disangkakan melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP lantaran berkelahian karena diduga salah paham pada Senin (2/8).

Kemudian kasus terakhir dengan tersangka Muhhad yang ditangani Kejari Ogan Komering Ilir (OKI). Tersangka disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP lantaran melakukan penganiayaan terhadap korban Purwanto pada Sabtu (25/9).

“Masing-masing perkara itu tuntutannya dihentikan atau dicabut setelah sepakat menempuh jalur keadilan restoratif,” kata dia.

Baca Juga: Disaksikan Jaksa Agung, Kejati Aceh Ekspose Penghentian Penuntutan Keadilan Restoratif

Sementara itu Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan jalur keadilan restoratif tersebut dapat dilakukan terhadap setiap perkara yang ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.

Menurut dia, poin utama yang ditekankan dari jalur keadilan restoratif tersebut ialah adanya kedamaian antara kedua pihak yang berpekara yang didasari dengan rasa saling memaafkan.

“Di Sumsel ada yang tempuh jalur keadilan restoratif, ini perkaranya kecil. Saya sampaikan utamanya adalah kata maaf, sehingga tidak ada lagi rasa dendam karena saling memaafkan. Karena rasa keadilan masyarakat kalau melalui pengadilan yang panjang saya yakin dendam itu masih ada,” kata dia dalam kunjungan kerjanya ke Kejati Sumsel di Palembang, Kamis (25/11).

Menurut dia, secara nasional tercatat sudah ada 435 perkara yang menempuh jalur keadilan restoratif tersebut sejak 22 Juli 2020. Hal tersebut sebagai wujud terhadap masyarakat kalau penegakkan hukum memegang asas berkeadilan.

“Dengan keadilan restoratif ini Alhamdulilah, perkara yang kecil sudah tidak ada lagi. Itu diterapkan dalam rangka menjawab tantangan masyarakat, kalau hukum itu tidak tajam kebawah ataupun tajam keatas namun berkeadilan sesuai sebagaimana mestinya,” tandasnya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *