Didesak Oposisi, PM Magdalena Andersson Tolak Swedia Jadi Keanggotaan NATO

Magdalena Andersson
Magdalena Andersson diberi ucapan selamat setelah ditunjuk sebagai Perdana Menteri baru negara itu setelah pemungutan suara di Parlemen Swedia Riksdagen di Stockholm, Swedia pada Rabu (24/11/2021), Andersson adalah perdana menteri wanita Swedia pertama. ANTARA FOTO/Erik Simander /TT News Agency/via REUTERS/HP/sa. (via REUTERS/TT NEWS AGENCY)

STOCKHOLM – Muncul desakan dari oposisi, Perdana Menteri Magdalena Andersson menolak usulan Swedia menjadi keanggotaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Desakan oposisi itu muncul, setelah Rusia menginvasi Ukraina.

PM Andersson menyatakan, bahwa untuk saat ini permohonan untuk menjadi anggota NATO akan mengganggu keamanan di Eropa.

Swedia sejak 1814 belum pernah terlibat dalam peperangan.

Kebijakan luar negeri yang dibangun negara itu adalah, ,bahwa Swedia tidak bergabung dengan aliansi-aliansi militer.

Namun demikian, Swedia dalam beberapa tahun belakangan ini membina hubungan yang lebih dekat dengan NATO, saat ketegangan dengan Rusia di kawasan Baltik meningkat.

Invasi oleh Rusia, yang disebut Moskow sebagai “Operasi Militer Khusus”, telah memunculkan kembali desakan agar Swedia bergabung dengan NATO.

Baca juga: Rusia Ancam akan Nasionalisasi Pabrik Asing yang Tutup Karena Menentang Invasi Ukraina

Desakan serupa dialami oleh Finlandia, yang juga bukan merupakan anggota aliansi tersebut.

“Kalau Swedia memilih menyampaikan permohonan untuk bergabung dengan NATO dalam situasi saat ini, langkah itu akan semakin menimbulkan destabilisasi di kawasan Eropa serta meningkatkan ketegangan,” kata Andersson kepada para wartawan.

“Sudah saya jelaskan selama ini bahwa yang terbaik bagi keamanan Swedia dan keamanan kawasan Eropa adalah, pemerintah memiliki kebijakan jangka panjang yang konsisten dan bisa diprediksi, dan itu yang terus saya yakini,” ujarnya.

Rusia tidak menginginkan Swedia maupun Finlandia menjadi anggota NATO.

Pada Februari, Moskow mengeluarkan peringatan terbaru bahwa negara-negara itu akan menghadapi “konsekuensi berat secara militer-politik” jika bergabung dengan aliansi tersebut.

Sumber: Reuters