BATAM – Dinas Perikanan (Diskan) Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), meyoroti maraknya isu terkait impor ikan masuk wilayah itu.
Kepala Diskan Kota Batam, Yudi Admajianto menegaskan, impor ikan sebenarnya bukan kebijakan utama pemerintah, tetapi lebih karena ulah oknum pengusaha atau distributor yang ingin mengambil keuntungan lebih besar.
Ia juga menekankan, untuk impor ini harus ada izin impor dari Kementerian Perdagangan dan memiliki izin usaha atau berbadan hukum.
“Sumber daya laut kita melimpah dan sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan pasar serta konsumsi masyarakat. Jadi, kalau ada yang impor jenis ikan pelagis, itu oknum pengusaha atau distributor ikan yang memang ingin mengambil untung lebih melalui jalur impor,” ujarnya, Jumat, 14 Juni 2024.
Yudi menyebutkan, pihaknya rutin melakukan pengecekan harga ikan di pasaran maupun ketersediaan ikan di cold storage pengusaha perikanan.
“Sampai saat ini dari pantauan kita di lapangan, baik harga maupun ketersediaan itu tidak ada masalah,” ucapnya.
Yudi juga menyoroti impor ikan selar dan tongkol yang diduga ilegal yang diamankan PSDKP Batam di gudang penyimpanan milik PT Sumber Laut Alam pada Jumat 31 Mei 2024 lalu. Yudi mengatakan, pihaknya menjadikan hal tersebut sebagai perhatian serius.
“Kami akan meningkatkan lagi koordinasi dengan PSDKP, terutama mengenai celah yang kerap digunakan oleh beberapa oknum pengusaha ikan untuk melakukan impor ikan ini,” tegasnya.
Ia menambahkan, terkait penentuan harga ikan di pasaran dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan pengusaha perikanan.
“Apabila kebutuhan atau permintaan banyak, biasanya harganya akan tinggi. Itulah yang sepertinya dimanfaatkan oleh oknum untuk mengambil untung dengan cara impor ikan dari negara tetangga,” ujarnya.
Yudi juga memberikan tanggapannya terkait kondisi nelayan tradisional di Batam yang saat ini masih belum merasakan kesejahteraan, bahkan tergolong ke dalam kelompok masyarakat miskin.
Baca juga: Pengamat Ekonomi: Nelayan Kepri Terimpit Impor Ikan dan Tengkulak
Menurutnya, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nelayan di wilayahnya belum sejahtera, salah satunya karena para nelayan tidak melakukan pengelolaan keuangan dengan baik.
“Ada juga istilah kais pagi makan pagi, kais petang makan petang. Dalam hal ini para nelayan melaut yang penting cukup untuk kebutuhan merka hari itu saja,” ujarnya.
Kemudian, kata Yudi, dalam menjual hasil tangkapannya, para nelayan dalam proses jual beli ikan masih menggunakan pola lama.
“Kalau secara produksi dan kualitas, nelayan tangkap khususnya yang ada di Batam, sebenarnya berkualitas ekspor semua, seperti ikan dingkis. Itu bisa dilakukan melalui Pelabuhan Belakang Padang dan Sagulung,” bebernya.
Kendati demikian, Yudi mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus memberikan edukasi dan program pemberdayaan kepada nelayan, agar nelayan di Batam ke depan menjadi semakin sejahtera.
“Pertama, dari sisi perikanan tangkap, kami membantu nelayan melalui pemberian rekomendasi solar subsidi. Kedua, dari segi perlindungan, Pemkot Batam setiap tahun menganggarkan bantuan pembiayan asuransi BPJS Ketenagakerjaan unuk nelayan,” ujarnya.
Ketiga, Diskan Batam juga memiliki program bantuan yang bersumber dari APBD, yakni berupa sarana prasarana perikanan tangkap kepada kelompok nelayan.
“Bantuan yang kita berikan berupa alat tangkap seperti jaring, bubu dan mesin kapal. Mudah-mudahan ke depan kami bisa lebih banyak lagi meluncurkan program yang bisa membantu menyejahterakan nelayan,” harapnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News