JAKARTA – Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih akan berlanjut. Hal itu terjadi karena imbas kepanikan pelaku pasar keuangan terhadap serangan balasan rudal Iran ke Israel akhir pekan lalu.
Menurut Ekonom Senior yang juga mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari Elka Pangestu yang mengatakan, sifat investor yang mencari aset-aset aman seperti dolar AS saat masa genting kerap terjadi.
Dia juga mengatakan, arus modal asing yang keluar dan menyebabkan nilai tukar Rupiah semakin melemah, termasuk nilai tukar negara-negara emerging markets.
Mari menyebutkan, hal itu juga diperburuk dengan potensi tingginya inflasi global ke depan, imbas dari terganggunya aktivitas perdagangan, dan naiknya harga-harga komoditas akibat perang tersebut.
“Ketidakpastian ini akan dan telah menyebabkan ‘flight to safety’, ‘capital outflow’ terjadi. Karena investor mencari aset yang aman, yaitu dolar dan obligasi AS. Dengan demikian Rupiah yang menunjukkan tanda-tanda melemah akan lanjut melemah lagi,” ucap Mari dalam program Squawk Box, Selasa 16 April 2024 dikutip dari cnbcIndonesia.
Mari Elka menambahkan, aktivitas perdagangan dan arus lalu lintas logistik terganggu karena konflik yang semakin memanas itu, terjadi di salah satu jalur utama perdagangan internasional yakni Selat Hormuz.
Dampak lanjutannya, kata dia, ialah tekanan inflasi global berpotensi akan masih tinggi menyebabkan kebijakan suku bunga juga akan masih tinggi untuk meredam tekanan inflasi.
“Apa yang sudah kita lihat terjadi yaitu bahwa suku bunga The Fed itu kelihatannya masih akan tetap tinggi, ditambah kejadian di kawasan Timur Tengah baru-baru ini dengan serangan Iran ke Israel yang meningkatkan ketidakpastian terhadap pelaku pasar,” ucap Mari.
“Investor cari aman dan pindahkan dana dari emerging market bukan hanya Indonesia yang akan kena, tetapi emerging market lain akan terkena. Akan terjadi capital outflow untuk cari aman. Biasanya cari aman itu Dolar, harga emas naik, dan obligasi atau saham di negara seperti AS,” jelasnya.
Permasalahan inilah yang menurutnya menyebabkan Rupiah terus melemah hingga kini ke level atas Rp16.000 per dolar AS.
Sementara, dia juga beranggapan, Bank Indonesia (BI) perlu menggencarkan operasi moneter atau intervensi di pasar keuangan untuk menjaga stabilitas Rupiah sambil menjaga cadangan devisa tetap di level aman.
“Dari kacamata BI bagaimana mengelola kurs sehingga fluktuasinya tidak terlalu melonjak dan menjaga cadev yang cukup untuk bisa kita mengamankan rupiah. Ini semua langkah-langkah yang perlu dilakukan secara makro,” ungkapnya.
BI sendiri mencatat pelemahan rupiah yang terus terjadi hingga di atas level Rp16.000 bukan hanya disebabkan efek serangan rudal Iran ke Israel yang memengaruhi sentimen pelaku pasar keuangan, melainkan juga data-data perekonomian AS yang masih terus kuat, menyebabkan perkiraan inflasi masih sulit turun.