KARIMUN – Puluhan nelayan menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Kabupaten Karimun, Kepri menuntut kompensasi kepada perusahaan PT PNAU, Selasa (30/05).
Para nelayan yang menggelar aksi unjuk rasa tersebut, tergabung dalam organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Karimun.
Menurut pengunjuk rasa, aksi mereka berkaitan dengan adanya eksplorasi timah oleh PT PNAU di wilayah perairan Kecamatan Kundur Barat.
Para pendemo menyebutkan, eksplorasi timah yang dilakukan perusahaan PT PNAU sudah mengabaikan nelayan karena terdampak langsung dari aktivitas eksplorasi tersebut.
“Ada 160 orang nelayan yang terdampak atas aktivitas kapal isap timah itu. Namun mereka ini belum dapat kompensasi,” kata Ketua DPC HNSI Karimun, Abdul Latif.
Latif mengatakan, aktivitas penambangan yang dilakukan PT PNAU diduga tidak sesuai dengan lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan.
“Disinyalir dia tidak punya izin eksplorasi di situ. Kami sudah tinjau ke dinas terkait. Begitu ketahuan kapal isap itu pergi,” sebutnya.
Disampaikan Latif, selama 1,5 tahun sebanyak lima unit Kapal Isap Produksi (KIP) timah telah beroperasi. Namun aktivitas tersebut diduga ilegal, dan beroperasi tanpa mengikuti aturan pertambangan yang berlaku.
“Kita bisa hitung berapa banyak timah yang dikeruk di wilayah itu tanpa ada izin. IUP-nya kita sudah cek, itu di Dabo (Lingga). Dulu di Ungar diusir oleh masyarakat. Nah ini pindah ke Kundur Barat. Mereka juga sempat beralasan, bahwa ini adalah IUP Pemda. Katanya kapal Pemda, padahal bukan. Jadi ini taktik mereka untuk lari dari kompensasi,” papar Latif.
Menanggapi unjuk rasa itu, pihak Komisi III DPRD Karimun akan memediasi dengan menggelar pertemuan antara perwakilan nelayan dan perusahaan PT PNAU.
Di dalam pertemuan diketahui PT PNAU merupakan milik seorang pengusaha bernama Abun.
Rapat berlangsung alot. Pasalnya , perwakilan PT PNAU bernama Wandi yang hadir tidak dapat mengambil keputusan terkait tuntutan nelayan.
Wandi menyampaikan, perusahaan hanya dapat memberikan kompensasi terhadap nelayan yang terdampak langsung.
“Memberi kompensasi harus kepada kelompok nelayan yang berbadan hukum, minimal diketahui oleh pembinanya yaitu Dinas Perikanan,” ujar Wandi.
Selain itu, Wandi juga menyebutkan perusahaan tidak menghindar. Bahkan Ia meminta data-data nelayan yang terdampak.
“Berikan kepada kami data nelayan yang terdampak. Kompensasi tidak aturan khusus yang mengatur besaran berapa yang wajib kami berikan. Kami tidak lari, namun kita sama-sama harus berbicara dan musyawarah,” sebutnya.
Baca juga: Ratusan Warga Unjuk Rasa di PT Saipem, Tuntut Dampak Lingkungan Blasting