Fenomena Tanah Bergerak Resahkan Warga Satu Desa di Manggarai Barat

Fenomena Tanah Bergerak Resahkan Warga Satu Desa di Manggarai Barat
Warga pada Minggu (27/3/2022) mengecek rumah milik Benyamin Nenohaifeto (43) yang rusak akibat pergerakan tanah di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA/Fransiska Mariana Nuka)

MANGARAI BARAT – Fenomena tanah bergerak di Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, meresahkan warga setempat. Fenomena itu disebut telah terjadi sejak tahun 2018 lalu.

“Kejadian ini sudah terjadi sejak tahun 2018. Ada dua kampung yang mengalami, yakni Kampung Wae Munting ini dan Kampung Dange,” kata tokoh masyarakat Kampung Wae Munting, Viktor Bitrudis, di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado, Senin (28/3).

Viktor menuturkan bahwa pada tahun 2018 pergerakan tanah menyebabkan penurunan dasar rumah milik Benyamin Nenohaifeto (43) dan Mateus Demin (56) dan dia melaporkannya ke pemerintah desa.

Pada tahun 2019, ia melanjutkan, pergerakan tanah juga menyebabkan retakan dan penurunan blok tanah di beberapa rumah di Kampung Wae Munting, tetapi tidak dilaporkan ke pemerintah desa karena laporan tahun sebelumnya tidak ditindaklanjuti.

Baca juga: Malam Ini Warga Kepri Bisa Saksikan Fenomena Gerhana Bulan

Ia menjelaskan pula bahwa kerusakan dua rumah warga yang mengalami penurunan dasar karena tanah bergerak semakin bertambah pada 2020 dan pada 2021 dua rumah warga yang terdampak pergerakan tanah roboh.

Menurut dia, kejadian itu sudah dilaporkan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manggarai Barat, tetapi tidak segera ditindaklanjuti.

Pada Februari 2022, ia mengatakan, ada tambahan lima rumah warga yang rusak akibat pergerakan tanah di Kampung Wae Munting.

Petugas BPBD Manggarai Barat kemudian datang ke Kampung Wae Munting untuk mengecek dampak pergerakan tanah.

Baca juga: Fenomena Hari Tanpa Bayangan Akan Terjadi Esok di Banda Aceh

Viktor mengatakan bahwa total ada sembilan rumah warga di Kampung Wae Munting yang rusak akibat pergerakan tanah, ada yang fondasinya turun, lantainya retak, dan bangunannya bergeser.

Menurut dia, kerusakan total terjadi pada rumah milik keluarga Benyamin Nenohaifeto dan Simplisius Jempu.

Rumah permanen berukuran 6×8 meter milik Benyamin telah dua kali mengalami kerusakan akibat pergerakan tanah, tahun 2018 dan 2022, dan rumah permanen berukuran 6×8 meter milik keluarga Simplisius rusak total pada Februari 2022.

Warga yang rumahnya terdampak pergerakan tanah, kata Viktor, ada yang sampai mengungsi ke rumah kerabat atau membangun pondok sementara di kebun.

Viktor mengatakan bahwa fenomena pergerakan tanah membuat warga desa khawatir, utamanya saat hujan turun.

“Sejak tahun 2018 masyarakat sudah resah dengan pergeseran tanah itu, tapi mau pindah ke mana lagi? Semua masyarakat resah. Kalau hujan malam, apalagi gempa, masyarakat semua tidak tidur,” pungkasnya.