Gubernur, Wali Kota dan Bupati Dilarang Mutasi Pegawai Sejak 22 Maret, Ini Aturannya

Ilustrasi mutasi pegawai pemerintahan. (Foto:Dok/fajar)

JAKARTA – Terhitung sejak 22 Maret 2024 baik gubernur, wali kota, dan bupati se-Indonesia dilarang melakukan mutasi pegawai hingga berakhirnya masa jabatan seorang kepala daerah.

Larangan mutasi itu tertuang lewat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pada Pasal 71 Ayat 2, berbunyi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Selain itu, larangan itu juga dipertegas Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Tito Karnavian dalam suratnya nomor 100.2.1.3/1575/SJ perihal kewenangan kepala daerah pada daerah, yang melaksanakan pilkada dalam aspek kepegawaian tertanggal 29 Maret 2024.

Larangan mutasi ASN oleh kepala daerah dalam UU Pilkada itu, merupakan bentuk pencegahan politisasi ASN jelang pilkada serentak tahun 2024.

Surat itu ditujukan kepada gubernur dan penjabat gubernur, bupati dan penjabat bupati serta wali kota atau penjabat wali kota.

Dengan demikian, 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon terhitung sejak 22 Maret 2024 berpedoman pada ketentuan tersebut. Maka mulai 22 Maret 2024 sampai dengan akhir masa jabatan kepala daerah, dilarang melakukan pergantian pejabat terkecuali mendapat izin tertulis dari Mendagri.

“Penetapan pasangan calon kepala daerah peserta pilkada untuk tahun 2024 yakni pada tanggal 22 September 2024. Dengan demikian larangan mutasi jabatan enam bulan itu terhitung berlaku sejak tanggal 22 Maret 2024,” papar Mendagri.

Larangan mutasi ASN oleh kepala daerah dalam undang undang Pilkada itu lanjutnya, merupakan bentuk pencegahan politisasi ASN jelang pilkada serentak tahun 2024.

“Bagi kepala daerah petahana yang melanggar aturan tersebut bisa mendapatkan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 71 ayat 5 undang undang nomor 10 tahun 2016 yakni KPU baik KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota bisa membatalkan pencalonan kepala daerah petahana sebagai peserta pemilu,” pungkasnya.