Harga Sawit Makin Mahal, Pengamat: Tak Layak Jadi Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel
sampel bahan bakar minyak (BBM) B-20, B-30, dan B-100. (Foto:dunia-energi)

JAKARTA – Fahmi Radhi, pengamat energi dari Universitas Gajah Mada menilai kelapa sawit sudah tak layak secara ekonomi untuk bahan baku Biodiesel.

Pasalnya, lanjut dia, lantaran harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) saat ini semakin mahal.

“Harga biodesel menjadi sangat mahal, bahkan bisa lebih mahal dari harga energi fosil,” kata Fahmy kepada Antara di Jakarta, Selasa (8/3).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan harga indeks pasar, untuk produk biodiesel sebesar Rp14.436 per liter pada Maret 2022.

Sedangkan, harga rata-rata minyak kelapa sawit selama periode 25 Januari 2022 sampai 24 Februari 2022 mencapai angka Rp15.373 per kilogram.

Fahmy menjelaskan, bahwa tingginya harga Biodiesel di pasaran dapat membuat konsumen beralih menggunakan bahan bakar minyak yang terbuat dari fosil.

Baca juga: Tiket Nonton MotoGP Bisa Dibeli Melalui Aplikasi Mypertamina

“Dalam kondisi tersebut tidak bisa dihindari konsumen, akan kembali beralih ke energi fosil,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa sawit bukan satu-satunya bahan baku biodiesel.

Sehingga pemerintah perlu mengembangkan bahan baku alternatif, agar tidak mengganggu pasokan minyak kelapa sawit untuk produk pangan, seperti minyak goreng yang kini mengalami kelangkaan dan kenaikan harga di pasar dalam negeri.

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati, yang terdiri dari campuran senyawa metil ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel.

Produk Biodiesel di Indonesia memiliki komposisi 30 persen minyak sawit dan 70 persen minyak solar.

Selain kelapa sawit, tanaman yang juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku Biodiesel adalah jarak pagar.

Baca juga: Pertamina Siapkan 1.000 SPBU Gunakan PLTS di 2022

Kandungan minyak dari biji jarak pagar punya rendemen minyak nabati sebanyak 35 sampai 45 persen.

Namun, sejumlah tantangan masih ditemui terkait pemanfaatan jarak pagar, untuk Biodiesel mulai dari harga keekonomian hingga kepastian ketersediaan pasokan.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pemerintah, belum memaksimalkan potensi jarak pagar dan lebih memilih kelapa sawit karena budidaya kelapa sawit sudah mapan di dalam negeri.

Pada 2020, Indonesia menduduki posisi pertama sebagai eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Bahkan, total ekspor minyak kelapa sawit Indonesia saat itu mencapai 37,3 juta ton dengan pangsa pasar global mencapai 55 persen.

Kementerian ESDM mengalokasikan biodiesel, untuk pasar dalam negeri sebanyak 9,41 juta kiloliter pada 2021.

Adapun alokasi biodiesel untuk tahun ini mencapai 10,15 juta kiloliter, dengan pertimbangan asumsi pertumbuhan permintaan solar sebesar 5,5 persen dengan estimasi permintaan solar sebanyak 33,84 juta kiloliter.