Pihaknya pun meminta kepada sejumlah lembaga terkait, terutama Dinas Tenaga Kerja setempat agar tak kendor dalam masalah syarat ini. Apabila sampai kendor, bukan tidak mungkin nantinya para tenaga kerja dari Indonesia hanya jadi penonton untuk menonton pihak asing mengeruk keuntungan dari mengelola sumber daya alam daerah ini.
“Ini jelas pelanggaran UUD 45. Memang di UU Omnibuslaw, perusahaan hanya mensyaratkan perusahaan hanya memberitahu pemerintah untuk menggunakan tenaga kerja asing, tanpa menyebut batasannya. Karena itu, mereka mengakali, dengan syarat ini, maka nantinya semua tenaga kerja perusahan ini nantinya akan didatangkan dari negara mereka, kami jadi penonton,” tambahnya.
Di samping itu, pihaknya juga mengimbau agar Disnaker Kutim segera menyampaikan kepada PT Kobexindo untuk menghapus rekrutmen dengan syarat bahasa Mandarin.
“Perusahaan harus tunduk pada UU. Harus sinergi dengan kearifan lokal. Kalau mau, rekrut tenaga kerja, kalau lulus, silakan dididik khusus dengan bahasan Mandarin sebelum kerja, itu yang benar,” katanya.
“Bayangkan jika eksploitasinya sudah berjalan, mengeruk kekayaan Kutim, maka juga akan terjadi penjajahan terhadap generasi muda. Terhadap peluang kerja yang dibatasi dengan berbagai argumen yang menurut saya tidak profesional,” pungkasnya.
Pewarta: Suarasurakarta.com
Redaktur: Albet