HKI Desak Revisi PP 5/2021 dan PP 41/2021 Demi Perkuat Daya Saing Industri Batam

Pemandangan salah satu kawasan industri di Kota Batam. (Foto:Dok/Ulasan Network)

BATAM – Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam-Karimun mendesak pemerintah untuk segera merevisi dua regulasi kunci, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan PP No. 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Desakan ini muncul sebagai respons terhadap berbagai hambatan regulasi yang dinilai masih mengganjal percepatan investasi dan pertumbuhan industri di kawasan strategis seperti Batam.

Koordinator HKI Batam-Karimun, Adhy Prasetyo Wibowo, menegaskan bahwa perbaikan regulasi merupakan langkah krusial untuk memperkuat daya saing Batam di tengah kompetisi ekonomi yang kian ketat, baik secara regional maupun global.

“Revisi dua aturan ini sangat penting untuk mempercepat realisasi investasi dan mendorong pertumbuhan kawasan industri, khususnya Batam sebagai salah satu pusat industri nasional,” ujar Adhy dalam keterangan tertulis, Jumat 30 Mei 2025.

Adhy menyoroti implementasi sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko yang masih belum mengakomodasi karakteristik unik Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) seperti Batam. Akibatnya, proses perizinan menjadi lambat dan tidak fleksibel.

“Hingga kini, BP Batam belum memiliki kewenangan penuh dalam menerbitkan sertifikat standar atau melakukan verifikasi teknis terkait izin lingkungan. Hal ini menimbulkan hambatan serius bagi pengembangan kawasan industri,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa keterlambatan dalam pengajuan adendum Amdal maupun penerbitan izin operasional telah berdampak langsung pada tertundanya ekspansi usaha dan pembangunan infrastruktur industri.

HKI mendorong agar kewenangan strategis dalam perizinan—seperti izin lingkungan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)—dipusatkan di bawah otoritas BP Batam. Tujuannya adalah mempercepat proses bisnis dan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.

“Sebagai KPBPB, Batam seharusnya diberikan fleksibilitas lebih dalam proses perizinan. Tanpa reformasi regulasi yang kontekstual, Batam bisa kehilangan momentum dan kalah bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand,” katanya.

Ketiga negara tersebut, lanjut Adhy, sudah lebih progresif dalam mendesentralisasikan perizinan, sehingga mampu menciptakan efisiensi dan kepastian hukum bagi investor.

HKI juga menekankan bahwa reformasi ekonomi tidak bisa semata-mata dilakukan melalui penyederhanaan administratif. Pemerintah perlu menyelaraskan regulasi dengan karakteristik kawasan, memperjelas struktur kewenangan, serta memastikan sistem OSS benar-benar inklusif dan adaptif terhadap berbagai model kawasan industri.

“Batam punya potensi besar sebagai pusat industri dan logistik nasional. Tapi potensi itu tidak akan optimal jika tidak didukung regulasi yang responsif dan tepat sasaran,” ujar Adhy.

Baca juga: Lebih dari 50 Ribu Pencari Kerja Daftar di Job Fair Online Tunas Industrial Batam 

Dengan posisi geografis yang strategis, infrastruktur yang memadai, dan SDM industri yang kompeten, Batam disebut sangat layak menjadi model kawasan industri masa depan yang efisien, kompetitif, dan terintegrasi.

Ajakan Kolaboratif dari Dunia Usaha
HKI menegaskan komitmennya untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan menyempurnakan regulasi. Dunia usaha, kata Adhy, berharap revisi PP 5/2021 dan PP 41/2021 bisa segera diselesaikan demi menciptakan ekosistem investasi yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan.

“Mayoritas investor di Batam patuh terhadap regulasi. Yang mereka butuhkan hanyalah proses perizinan yang efisien, jelas, dan tidak berbelit,” ujarnya. (*)

 

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News