Indonesia Berkabung, Pemerintah Harus Tanggap Bencana Awal Tahun 2021

Ilustrasi.

Tanjungpinang, Ulasan. Co – Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana alam. Selain terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, Indonesia juga terletak dalam jalur lingkar cicin api (ring of fire). Karena itu, masyarakat Indonesia akrab dengan berbagai fenomena bencana alam mulai kebakaran hutan, erupsi gunung, banjir, hingga gempa bumi.

Memasuki awal tahun 2021 pemerintah Indonesia menghadapi beragam permasalahan bencana alam, salah satunya banjir yang disertai longsor yang sempat melanda beberapa kota di Indonesia. Seperti wilayah Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau yang terjadi pada 2 Januari dan 10 Januari 2021, Kalimantan Selatan dan Manado pada 16 Januari 2021.

Berdasarkan informasi BNPB Kabupaten Balangan yang dilansir pada laman rri.co.id, Kalimantan Selatan, sebanyak 3.571 rumah terendam banjir dan 11.816 jiwa terdampak banjir dengan ketinggian air 50 sampai 150 sentimeter.

Sementara dilansir pada laman Tirto.id, BNPB merilis data bahwa banjir disertai longsor yang terjdi di Manado, merenggut 5 koban jiwa dan 1 orang hilang serta 500 warga harus mengungsi. Bencana tersebut menyebabkan dua rumah rusak berat dan 10 rumah rusak sedang.

Selain itu, dikutip dari laman Antaranews, peristiwa banjir disertai longsor juga terjadi dan merendam sebagian wilayah Kota Tanjungpinang, dengan ketinggian air sekitar 1,5 meter. Berdasarkan informasi dari kepala BPBD Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa jumlah warga terdampak bencana alam banjir dan longsor mencapai 3.210 jiwa dari 1.018 Kartu Keluarga (KK) yang tersebar di tiga kecamatan, Kecamatan Bukit Bestari 119 jiwa dari 49 KK, Kecamatan Tanjungpinang Barat 60 Jiwa dari 15 KK, Kecamatan Tanjungpinang Timur 2.951 jiwa dari 949 KK. 80 kejadian banjir dan 27 titik rumah tergerus longsor.

Bencana alam yang terjadi dan melanda daerah-daerah rawan tersebut disebabkan kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Peristiwa alam perubahan iklim yang sangat ekstrem, curah hujan yang tinggi menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan sungai, serta degradasi lingkungan hilangnya tumbuhan penutup tanah dan penyempitan alur sungai menyebabkan terjadinya peristiwa alam saat ini. Sejauh ini, tidak ada alat yang dapat memprediksi kapan bencana tersebut akan datang menghampiri.

Dari peristiwa alam yang terjadi tidak hanya berdampak pada kerusakan perumahan dan pemukiman warga, tetapi juga merusak fasilitas infrastruktur pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan sarana prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa. Kerugian yang dialami akan semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu atau terhenti. Meski partisipasi masyarakat dalam membantu penanggulangan bencana alam yang terjadi saat ini terlihat sangat nyata terutama dalam aktivitas tanggap darurat. Namun, bencana yang terjadi hari ini menyebabkan tambahan beban keuangan negara dan daerah untuk merehabilitasi dan memulihkan kembali fungsi sarana serta prasarana publik, juga meringankan beban kebutuhan hidup masyarakat yang terdampak.

Dalam menanggapi hal ini baik pemerintah pusat dan juga daerah harus sigap dan tanggap dalam membuat kebijakan penanggulangan bencana alam yang terjadi. Kebijakan pemerintah yang bersifat Top Down dibuat untuk mengatasi bencana saat ini, pemerintah memiliki peran sangat besar. Implementasi kebijakan yang dilakukan pemerintah berjalan seperti sebuah circle yang berangkat dari tujuan kebijakan yang digulir dalam bentuk action atau program aksi. Disinilah komplesitas terjadi konteks kebijakan mendeterminasi tingkat pencapaian outcome. Capaian kinerja kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan akan menjadi input lagi nantinya untuk program aksi selanjutnya dan kelemahan-kelemahan yang muncul sebelumnya dapat dieliminir dalam proses selanjutnya.

Dalam peristiwa yang sedang terjadi saat ini, dapat kita lihat pemerintah dan organisasi sosial masyarakat sudah cukup tanggap dan gerak cepat dalam melakukan penanggulangan bencana melalui manajemen kebencanaan dengan membuat berbagai program kebijakan yang bersifat prevention, intervention, dan recovery. Namun, kebijakan pemerintah daerah tentang penanggulangan bencana masih sangat terbatas. Peraturan daerah yang tersedia terbatas pada kegiatan prevention. Sedangkan kebijakan saat bencana menggunakan pedoman yang dikeluarkan pemerintah pusat dan belum berbentuk peraturan daerah. Pendanaan dalam penanggulangan bencana ini juga masih sangat tergantung dari APBN dan APBD provinsi maupun kabupaten/kota terutama pada tahap prevention dan rehabilitation. Sumber pendanaan dari masyarakat menjadi langkah spontanitas kemanusiaan yang sudah berkembang pada kondisi tanggap darurat (intervention).

Upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengatasi bencana tersebut dengan meningkatkan, memperbaiki atau normalisasi, dan memelihara sungai, tampungan air, dan serta dalam pengembangan perumahan terdampak bencana banjir lebih memperhatikan drainase beserta peralatan dan fasilitas penunjangnya, menyalurkan bantuan kebutuhan hidup sehari-sehari, pemerintah juga harus mendata kerusakan bangunan dan fasilitas publik, memperbaiki prasarana publik yang rusak, pembersihan lingkungan, hingga mengajukan usulan pembiayaan program pembangunan fasilitas penanggulangan banjir.

Selain itu, dalam menyikapi hal yang saat ini sedang terjadi diharapkan baik pemerintah pusat maupun daerah selalu hadir di tengah masyarakat memberikan perhatian kepada mereka yang terdampak bencana. Diharapkan juga pemerintah dapat mempererat hubungan kerjasama (partnership) dengan berbagai stake holder terkait.

Utari Sunia (Mahasiswa 2018 Ilmu Administrasi Negara).

Editor: Chairuddin