Indra Sugino, Pencetus Corak Batik Khas Batam yang Bertahan di Tengah Pandemi

Indra Sugino, Pencetus Corak Batik Khas Batam yang Bertahan di Tengah Pandemi
Indra Sugino. Foto: Engesti Pedro

Selain motif Ikan Marlin, Batam memiliki motif Gonggong-biota endemik yang hidup di perairan laut Kepri, dan motif merica (sahang).

“Motif Marlin sekarang lagi trend di Batam,” kata Indra sambil terus mengejar pesanan konsumennya.

Sambil mengerjakan pesanannya Indra bercerita, dulunya batik di Kepri khususnya di Batam sangat sulit untuk dibangun. Sebab, metode yang digunakan waktu itu menggunakan cara canting atau cat dan cara itu biasanya dilakukan oleh pembatik profesional.

“Sekarang sudah banyak yang tahu yang lebih mudah itu ya batik cap atau kontemporer abstrak agar mudah di pelajari,” katanya.

Ia mengatakan tahun 2019 adalah tahun dimana batik di Batam sudah mulai terkenal. Selain berkat ketekunannya dukungan dari pemerintah juga sangat membantu. Saat itu katanya, Wakil Gubernur Kepri Marlin Agustina sempat hadir dalam sebuah acara Dekranasda dan mendorong para pengrajin batik agar tetap konsisten dalam membatik.

“Alhamdulillah dukungan dari pemerintah juga sangat baik. Bahkan buk Marlin bilang kepada pegawai lainnya agar membeli dan menggunakan batik dari daerah pada waktu itu,” katanya.

Baca juga: 200 Motif Batik Sudagaran Solo di dalam Buku ke-5 Hartono Sumarsono

Ia sangat bersyukur mendapat dukungan dari pemerintah. Indra mengatakan, sampai saat ini sudah terdapat sekitar 25 Kelompok Usaha Daerah (KUD) Batik Kota Batam. Selain itu, beberapa komunitas dan pengrajin bertambah.

Yang membuatnya lebih bangga adalah ketika batik buatannya dipakai oleh orang banyak.

“Senengnya itu ketika batiknya di pakai oleh pablic figur pak Wali Gubernur,” katanya.

Untuk harga yang di patok untuk satu kain batik sebesar 150 ribu. Katanya, jika konsumen memesan lebih banyak akan mendapatkan diskon.

Bertahan ditengah pandemi membuatnya harus memutar otak untuk menjajakan usahanya berbagai cara pun dilakukan agar dapat bertahan. Bahkan dirinya mengalami penurunan pendapatan.

Terkait omzet, sebelum pandemi seperti ini dijelaskannya dalam sebulan pihaknya bisa mendapatkan untung sebesar 10 juta.

“Biasanya batik ini kami titip ke mal tapi sekarang mal pada tutup jadi ya kalau ada yang mesan (Pesan) baru di garap,”jelasnya.

Menghadapi kondisi itu pihaknya mengakali dengan memasarkan usaha melalui online dan tak jarang langsung datang ke dinas-dinas.

Namun itu bukan masalah baginya, yang terpenting adalah masyarakat bisa menjaga dan terus melestarikan apa yang menjadi ciri khas Kepri. Seperti batik ini, agar tidak terjadi lagi clam dari negara tetangga.

Ia juga berpesan kepada seluruh warga Batam, agar lebih mencintai produk-produk dalam negeri, dan membantu UMKM yang digerakkan oleh sesama masyarakat Kota Batam.

Pewarta: Engesti
Redaktur: Albet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *