Hukum  

Ini Penjelasan Jaksa Terkait Putusan Sela Dakwaan 13 Terdakwa Korporasi Kasus Jiwasraya

Kejagung Tahan Dua Orang Tersangka Korupsi
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (Foto: Puspenkum Kejagung)

Jakarta – Pusat Penerangan Hukum menyampaikan penjelasan mengenai putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait surat dakwaan 13 perkara terdakwa korporasi kasus Jiwasraya.

Sebagaimana diketahui, isi putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat Nomor: 35/Pid.Sus-TPK/2021/PN JKT.Pst tanggal 16 Agustus 2021, yang pada pokoknya berbunyi: Menerima keberatan (eksepsi) tentang “penggabungan berkas perkara” yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa I, VI, IX, X, dan XII;
Menyatakan Surat Dakwaan No. Reg. Perk: PDS-10/M.1.10/Ft.1/03/ 2021 tanggal 21 Mei 2021 batal demi hukum. Memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut; Membebankan biaya perkara kepada negara.

Menanggapi itu Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bima Suprayoga memberikan penjelasan. Ia menyampaikan beberapa hal terkait putusan sela PN Jakarta Pusat dalam pertimbangannya tidak terkait dengan materi surat dakwaan yaitu Pasal 143 ayat 2 (KUHAP), tetapi mengenai penggabungan perkara 13 berkas perkara terdakwa korporasi menjadi satu surat dakwaan.

Bia menuturkan, dalam menyusun surat dakwaan Nomor Register Perkara: PDS-10/M.1.10/Ft.1/03/2021 tanggal 21 Mei 2021, Jaksa Penuntut Umum telah berpedoman berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf KUHAP.

“Telah dibuat secara profesional, cermat, jelas dan lengkap, dan telah sesuai dengan kewenangan penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam surat dakwaan,” kata Bima di Jakarta dalam keterangan tertulisnya diterima, Rabu (18/08).

Ia menegaskan, dalam menyusun surat dakwaan diatur secara tegas dalam Pasal 141 huruf (c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Yaitu beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan, dan ini menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum,” ujarnya.

Sampai saat ini jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat belum menerima salinan putusan sela secara lengkap, sehingga penuntut umum belum dapat mempelajari putusan sela tersebut guna menentukan sikap apakah penuntut umum akan memperbaiki surat dakwaan dan melimpahkan kembali.

“Atau penuntut umum akan melakukan upaya hukum dengan mengajukan perlawanan (Verzet) ke Pengadilan Tinggi, sesuai bunyi Pasal 156 ayat (3) KUHP dengan mempertimbangkan waktu selama 7 (tujuh) hari dalam menentukan sikap sesuai Pasal 149 KUHAP,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak meluruskan terkait adanya pemberitaan dan pendapat pengamat yang menyatakan bahwa jaksa tidak profesional dan tidak jeli dalam memisahkan antara pelaku satu perkara dengan perkara lainnya.

“Atas pendapat tersebut, dapat dinyatakan tidak benar, sebagaimana telah disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat bahwa penuntut umum telah profesional, cermat, jelas dan lengkap dalam membuat surat dakwaan sebagaimana Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil,” tegas Leonard.

Bahkan penggabungan surat dakwaan merupakan kewenangan penuntut umum yang diatur dalam Pasal 141 huruf c KUHAP, mengingat perkara ke-13 Manajer Investasi saling berhubungan alat bukti maupun barang buktinya.

Selain itu kewenangan penggabungan surat dakwaan bila memperhatikan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, di mana secara tegas dijelaskan terkait permasalahan Pasal 141 KUHAP, merupakan “kewenangan Jaksa/Penuntut Umum”.

Selanjutnya dengan penggabungan surat dakwaan, menunjukkan penuntut umum telah menerapkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Dapat digambarkan, bila seorang saksi akan diperiksa terhadap masing-masing tersangka Manajer Investasi dengan surat dakwaan di splitsing (dipisah), maka seorang saksi minimal akan diperiksa 13 kali pada waktu yang berbeda, bandingkan bila saksi diperiksa dalam proses pemeriksaan satu kali terhadap ke-13 terdakwa Manajer Investasi, maka hal ini akan lebih cepat, sederhanan dan biaya ringan.

“Kami juga ingin pengamat lebih jeli melihat bahwa putusan sela tersebut menyatakan surat dakwaan ‘batal demi hukum’ atau absolut nietig, artinya surat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil.”

“Mohon diperhatikan bahwa putusan sela tersebut menerima keberatan (eksepsi) tentang “penggabungan berkas perkara”, bukan karena tidak dipenuhinya syarat materiil surat dakwaan,” jelasnya.

Oleh karena itu, Leonard mengajak seluruh pihak untuk memberikan pernyataan yang dapat memberikan edukasi yang baik dan tidak melakukan kesimpulan yang negatif dengan dibatalkannya putusan sela maka jaksa tidak profesional atau bahkan mendorong dilakukannya eksaminasi.

Leonard msnyampaikan, bahwa putusan sela bukanlah putusan final, karena itu belum dapat dilakukan eksaminasi terhadap putusan sela.

“Mari kita sama-sama mendukung penyelesaian perkara a quo dengan tidak memberikan opini publik yang berlebihan, serta mari kita berkolaborasi untuk membangun komitmen proses penegakan hukum yang lebih baik,” ujarnya.

Selanjutnya, bagaimana sikap penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan disampaikan setelah penuntut umum terlebih dahulu mempelajari putusan sela dimaksud. “Karena sampai siang ini penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat belum menerimanya,” pungkasnya. (*)

Pewarta: MD Yasir
Redaktur: Muhammad Bunga Ashab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *