JAKARTA – Penjualan motor listrik hingga Kuartal II tahun 2025 belum memenuhi harapan untuk mempercepat transisi kendaraan ramah lingkungan di Indonesia.
Produsen motor listrik tampaknya menghadapi ujian yang berat setelah kebijakan subsidi motor listrik yang konon dinantikan publik belum menemui kepastian. Hal ini pula yang menimbulkan efek domino terhadap industri dan perilaku konsumen.
Survei konsumen menunjukkan sebagian besar dari mereka menunda pembelian karena menunggu kepastian. Ini tentu berdampak negatif pada penjualan.
Tekno Wibowo, Commercial Director Polytron, mengungkapkan bahwa penjualan pada kuartal I/2025 anjlok 50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan penjualan ini disebabkan oleh masyarakat kurang minat di tengah ketidakpastian kelanjutan subsidi kendaraan listrik dari pemerintah.
“Faktor utama adalah calon pembeli yang menunda pembelian karena masih mengharapkan subsidi,” ujar Tekno dilansir dari Kompas.com, sehari yang lalu.
“Kami pun memberikan rangsangan diskon, yaitu sebesar Rp 5 juta, yang memang lebih kecil dibandingkan subsidi pemerintah Rp 7 juta tahun lalu,” ujarnya menambahkan.
Kondisi yang lebih parah dialami oleh produsen lain. Irwan Tjahaja, CEO PT Swap Energi Indonesia, bahkan menyebutkan pasar “business-to-consumer” (B2C) nyaris mati suri.
Ia juga menyampaikan keprihatinan atas lambannya pengambilan keputusan oleh pemerintah. “(Saat ini) produsen saya bilang 90 persen B2C mati. Ya sekarang mau fokus B2B (business-to-business) saja, karena B2B memang dari awalnya kan enggak ada subsidi,” ucap Irwan.
“Kalau dari saya anggap saja enggak ada (B2C). Karena sudah bulan Mei kan? (Misal) bulan Mei pengumuman, tunggu acara, jangan-jangan nanti jalannya cuma sebulan,” tuturnya.
Lain halnya dengan Agung Pamungkas, Founder dan CEO PT Tangkas Motor Listrik. Ia menilai bahwa industri telah kehilangan momentum penting, padahal Indonesia memiliki potensi besar untuk transisi ke motor listrik.
“Padahal kita memiliki 130 juta motor ICE di Indonesia, yang seharusnya (motor listrik) sudah menjadi semacam lifestyle,” kata Agung.
“Semua itu justru rusak ketika ada mekanisme atau harapan-harapan subsidi. Itu yang membuat semua menjadi kehilangan momentum. Kalau turun berapa persen, saya rasa sangat jauh sekali. Dan itu dirasakan oleh seluruh industri motor listrik,” ucap dia