JAKARTA – Belakangan ini isu kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai Januari 2025 dari sebelumnya 11 persen menuai kritik hingga munculnya kekhawatiran dari berbagai kalangan, mulai dari pengusaha hingga masyarakat.
Adapun reaksi penolakan terkait rencana menaikkan PPN jadi 12 persen beragam, dan dinilai tidak tepat. PPN 12 persen memicu kekhawatiran dunia usaha dan menurunnya daya beli masyarakat yang berefek pada kenaikan harga-harga.
Kebijakan soal pajak umumnya kerap mendapat penolakan dari kalangan pengusaha hingga masyarakat khususnya, golongan ekonomi kelas menengah dengan penghasilan pas-pasan.
Pajak kerap membuat warga menjerit, lantaran harus menanggung beban berat atas sistem pajak negara, yang membuat penghasilan mereka terus berkurang. Sementara, biaya untuk kebutuhan hidup semakin tinggi.
Atas dasar kebijakan ini, tak sedikit warga merasa kesal atas sistem pajak yang diterapkan. Menariknya untuk diketahui, kapan sistem pajak di Indonesia pertama kali dikenalkan.
Firaun, pencipta sistem pajak pertama di dunia
Sekitar 300 SM peradaban Mesir dipimpin Firaun menciptakan sistem pungutan negara kepada rakyat, yang kini dikenal sebagai sistem pajak. Firaun menerapkan pajak untuk komoditi seperti gandum, tekstil, tenaga kerja, dan lainnya.
Biasanya hasil pungutan pajak negara dialihkan untuk modal pembangunan dan menjaga ketertiban sosial. Firaun pada praktiknya tidak menerapkan mekanisme sama rata soal kebijakan pemungutan pajak, tapi dengan sistem penyesuaian. Maksudnya, besaran pajak disesuaikan dengan kemampuan finansial bagi objek pajak.
Ambil contoh ketika memungut pajak dari ladang. Firaun menetapkan pajak tinggi jika ladang tersebut sangat produktif, atau memiliki hasil panen yang melimpah. Sementara ladang yang non-produktif dikenakan pajak lebih rendah.
Diterapkannya sistem pajak membuat semua warga Mesir harus kerja ekstra, agar pendapatannya tidak habis hanya untuk membayar pajak. Meski begitu, pada sisi lain sistem pajak ini sukses menambah pendapatan negara.
Akhirnya, warisan sistem pemungutan atau potongan penghasilan diterapkan banyak negara modern hingga saat ini.
Thomas Standford Raffles, orang pertama perkenalkan sistem pajak di Indonesia
Setelah ribuan tahun sistem pajak dicetuskan pertama kali oleh Firaun, sistem pajak baru hadir di Indonesia pada tahun 1811. Kala itu, pajak diperkenalkan oleh Thomas Stanford Raffles yang datang ke Hindia Belanda atas nama Kerajaan Inggris.
“Raffles (1811-1816) adalah penguasa Barat pertama yang meletakkan dasar finansial negara kolonial baru di Indonesia. Inggris, dan koloninya, menurut dia, harus dibiayai dengan pajak. Konsep pajak dilahirkan olehnya,” tulis sejarawan Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018).
Secara teori, Raffles menganggap Inggris memiliki hak atas semua tanah menggantikan kepemilikan raja-raja di Pulau Jawa. Nah, lantas para petani yang memiliki tanah atau bekerja di tanah orang harus membayar pajak tanah.
Namun pada praktiknya bukan seperti upeti, melainkan berupa uang dan berlaku secara individual.
“Pajak tanah Raffles adalah atas petani individual dan bukan atas desa atau wilayah. Dan berupa uang,” tulis Ong Hok Ham.
Meski demikian, Raffles tak merasakan hasil dari idenya menerapkan sistem pajak di Pulau Jawa. Sebab dia sudah harus pergi dari Hindia Belanda pada tahun 1816. Setelahnya, pajak diterapkan secara ketat oleh para penguasa baru.
Barulah tahun 1870, pemerintah kolonial memperkenalkan pajak pribadi, pajak usaha, hingga pajak jual beli.
Barulah tahun 1870, pemerintah kolonial memperkenalkan pajak pribadi, pajak usaha, hingga pajak jual beli.
Lalu, target pajak juga tak hanya menjerat pribumi jelata, tapi juga orang Eropa dan pribumi kaya raya. Namun, tetap saja, pribumi menyumbang pajak terbesar ke pendapatan pemerintah Hindia Belanda.
“Kira-kira dasawarsa pertama abad ke-20, penduduk pribumi yang sebagian besar terkena pajak tanah, menyumbang 60% penghasilan Hindia Belanda,” tulis Ong.
Namun, sistem pajak era kolonial hanya menguntungkan pemerintah. Sebab tak ada timbal balik dari negara, sehingga menimbulkan kesan kalau rakyat diperas pemerintah. Beranjak dari permasalahan ini, negara modern mengubah konsep pajak. Tak hanya untuk menambah pendapatan, tetapi sebagai sarana pemerataan dan peningkatan kesejahteraan.
Masalahnya, 200 tahun lebih diterapkan di Indonesia, tujuan penerapan pajak masih jauh dari harapan. Malah, membuat rakyat makin menjerit karena tak mendapat timbal balik sepadan.