TANJUNGPINANG – Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) dan jajarannya memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku kejahatan di laut.
Burhanuddin menyampaikan, wilayah provinsi Kepri secara geografis memiliki 2.408 pulau dan luas lautan sebesar 242.825 kilometer persegi, dengan potensi perikanan sebesar 1,1 juta ton per tahun. Luas dan kekayaan laut tersebut tentunya disamping memberikan dampak positif bagi perekonomian di Kepri, juga akan memberikan implikasi hukum lain seperti munculnya kejahatan transnasional seperti illegal fishing, human trafficking, penyelundupan barang dan narkotika sampai pada permasalahan ekspor dan impor.
“Saya minta dalam setiap penerapan regulasi hukum pidana, untuk lebih memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan di wilayah laut Kepulauan Riau. Cermati pengaturan beberapa ketentuan pidana yang mengatur masing-masing delik yang memuat adanya sanksi pidana tambahan di dalamnya, untuk kemudian dapat dimaksimalkan penerapannya,” ujar Jaksa Agung saat memberikan arahan dalam kunjungan kerjanya di Kejati Kepri, Jumat (07/10).
Jaksa Agung mengatakan bahwa dalam rangka pemberantasan tindak pidana human trafficking dan illegal fishing, agar dalam setiap penuntutan perkara tindak pidana tersebut memprioritaskan pemberian efek jera bagi para dan memaksimalkan penyitaan dan atau perampasan segala instrumen tindak pidananya.
“Saya instruksikan agar Asisten Pidana Umum (Aspidum) memonitor dan selalu melakukan evaluasi guna memastikan, setiap penuntutan yang dilaksanakan oleh para jaksa dapat memberikan efek jera kepada para pelaku,” ujar Jaksa Agung.
Selanjutnya, mencermati praktik mafia pelabuhan yang berpotensi menghambat investasi dan lalu lintas perdagangan dalam negeri melalui ekspor impor, yang berimplikasi terhadap terhambatnya perekonomian dan pembangunan wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Jaksa Agung meminta jajaran Intelijen membangun koordinasi dan sinergitas dengan lembaga atau aparat penegak hukum lain terkait, dalam rangka pelaksanaan pemberantasan mafia pelabuhan tersebut, serta jajaran Intel agar pedomani Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Pelabuhan dan Bandar Udara.
Kemudian, Jaksa Agung mengatakan kebijakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice/RJ) telah menjadi primadona di tengah masyarakat, sehingga menjadi salah satu program yang telah meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi, karena Kejaksaan dianggap mampu menghadirkan penegakan hukum yang humanis dan berkemanfaatan.
“Berdasarkan data yang saya terima per tanggal 26 September 2022, untuk wilayah Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, pada tahun 2020 terdapat 2 penghentian perkara, tahun 2021 ada 6 penghentian perkara dan untuk tahun 2022, tercatat ada 17 penghentian perkara.”
“Data tersebut menunjukan adanya peningkatan yang signifikan dan saya harap Aspidum dan para Kasipidum untuk dapat mengoptimalkan lagi penggunaan wewenang RJ ini, dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) serta para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) untuk selalu melakukan pengawasan dalam pelaksanaanya, serta pastikan tidak terjadi tindakan “transaksional” di dalamnya yang dapat menodai kewenangan tersebut,” ujar Jaksa Agung.