Jembatan Pendidikan Masa Pandemi

Ilustrasi. (Sumber: Tirto.id)

Tanjungpinang, Ulasan. Co – 17 Maret 2020, siapa yang menyangka hari itu adalah hari pertama guru dan peserta didik mulai memendam rasa untuk bertemu selama sekian bulan lamanya. Kondisi wabah yang mendadak dan mendunia menyebabkan kegiatan pembelajaran tatap muka harus dihentikan tiba-tiba. Bahkan hingga kini belum dapat diprediksi kapan akan dimulai kembali kehidupan normal dunia pendidikan.

Sudah selesai semester genap dan gasal dalam keganjilan. Banyak hal yang berubah setelah kegiatan pembelajaran menjadi wajib bermodalkan gawai dan kuota internet. Para guru harus memutar ide agar kegiatan belajar dapat terus berjalan meski harus diperantarai elektronik canggih masa kini. Terasa aneh bagi sebagian besar guru, termasuk saya. Kebiasaan berbicara di depan kelas membuat jari saya cukup terbata untuk mengetik modul atau menyiapkan video pembelajaran yang harus diunggah di sosial media atau kanal youtube seadanya. Padahal biasanya setiap guru memang wajib menyediakan perangkat pembelajaran sebelum masuk kelas. Namun fitur berbagi tautan belum membuat kegiatan belajar terasa menyenangkan.

Di lain sisi, pihak sekolah berlomba-lomba menggali potensi para guru untuk dapat mengetahui berbagai macam aplikasi yang bermanfaat untuk kegiatan belajar dalam jaringan. Aplikasi termudah yang menjadi sasaran pertama adalah whatsapp group. Whatsapp memang menjadi aplikasi pesan yang fleksibel untuk digunakan. Aplikasi buatan Jan Koum ini memang cukup menjadi penenang ketika lintang-pukang. Guru dapat menghimpun peserta didik yang jumlahnya puluhan dalam grup whatsapp sehingga tidak perlu meneruskan pesan ke berbagai nomor berbeda.

Fitur chatting dengan beragam emotikon cukup membantu guru menyampaikan pesan yang tak terlisan. Tetapi dalam beberapa kondisi, guru juga merasa ada hal yang perlu disampaikan melalui ucapan. Fitur voice note menjadi solusi. Minimal saat mengucap salam dan berharap peserta didik memberi jawaban sebagai pengganti cium tangan. Kemampuan mengirim gambar sebagai pesan juga sangat baik, sebab guru juga dapat memberi coretan sebagai tanda koreksi dengan spidol warna-warni.

Aplikasi yang digagas pada 2009 ini memang memfasilitasi percakapan secara luwes. Terbukti dengan adanya fitur voice dan video call. Namun masih ada kekurangan dalam penggunaan, karena jumlah anggota grup yang bisa melakukan video call di waktu bersamaan masih terbatas. Tetapi hal ini tidak menjadi penghambat, karena pada dasarnya setiap guru selalu berupaya mencari solusi lain yang lebih optimal.

Kemudian aplikasi video konferensi mulai muncul ke permukaan. Zoom dan google meet menjadi primadona karena dapat langsung melakukan tatap maya dengan seluruh peserta didik bersamaan. Hal ini juga dilengkapi kemudahan untuk melakukan share screen, sehingga guru dapat melakukan paparan materi sambil menyajikan media yang dapat langsung dilihat oleh peserta didik di layar gawainya.

Komunikasi melalui video konferensi zoom atau google meet memang dinilai lebih menyenangkan, karena guru dan peserta didik dapat melakukan dialog sambil melihat mimik wajah. Guru juga dapat lebih atraktif saat memberi paparan karena ada visual yang bisa diamati peserta didik.

Guru juga terbantu dengan adanya aplikasi evaluasi berbentuk kuis seperti quizizz dan google forms. Bahkan untuk evaluasi bentuk pilihan ganda, penilaian dapat dilakukan secara komputerisasi. Guru dapat menerima skor akhir evaluasi yang dikerjakan peserta didik pada rekapitulasi respon. Peserta didikpun dapat mengerjakan evaluasi secara fleksibel, mengingat tidak semua peserta didik memiliki gawai pribadi. Sebagian masih menggunakan gawai milik orang tua yang baru bisa digunakan saat orang tua mereka selesai bekerja.

Kecanggihan teknologi tidak dapat dipungkiri menjadi jembatan dalam dunia pendidikan di tengah pandemi yang mencekam. Namun tentu saja, kehadiran berbagai aplikasi tidak serta merta dapat setara dengan sosok guru. Sosok guru yang digugu dan ditiru tentu saja memiliki keistimewaan yang membuat kehadirannya selalu dirindukan. Maka tak heran, kegiatan belajar mengajar normal seperti sebelum 17 Maret 2020 ingin segera diwujudkan.

Editor: Udin