Karimun Dalam Pentadbiran Kesultanan Melayu

Abdul Malik
Assoc. Prof. Dato’ Perdana Dr. Drs. H. Abdul Malik, M.Pd. FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang. (Foto: ist)

Penulis: Assoc. Prof. Dato’ Perdana Dr. Drs. H. Abdul Malik, M.Pd.
FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang

Dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, Kepulauan Karimun (sekarang Kabupaten Karimun) telah sejak lama menjadi kawasan dan basis strategis Kesultanan-Kesultanan Melayu yang pernah berdiri di nusantara. Keadaan itu telah berlangsung sekurang-kurangnya sejak abad ketiga sebelum masehi sampai dengan 1913, yakni ketika Kesultanan Riau-Lingga dihapus secara sepihak oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Bagaimanapun sampai setakat ini penghapusan Kesultanan RiauLingga itu tak pernah diakui oleh para pemimpin dan segenap rakyat Kesultanan RiauLingga (Kepulauan Riau sekarang).

Nilai strategis Kepulauan Karimun sekurang-kurangnya dapat ditinjau dari dua perkara yang sangat mustahak. Pertama, kepulauan ini menjadi basis pertahanankeamanan di selatan Selat Melaka. Karena posisi strategisnya itu juga, bersama Temasik atau Singapura pada masa lampau, kawasan ini menjadi pusat perdagangan dan perekonomian Kesultanan Melayu.

Oleh sebab itu, Kepulauan Karimun senantiasa menjadi rebutan kuasa asing yang pernah menjajah Kesultanan Melayu, yakni Belanda, Inggris, dan Jepang. Di lingkungan Kesultanan-Kesultanan Melayu masa lampau, wilayah kepulauan yang terdiri atas 256 pulau ini pernah menjadi bagian penting dari kesultanan yang ternama.

Dalam hal ini, Kerajaan Bintan, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan BintanTemasik, Kesultanan Melaka, Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang, dan Kesultanan Riau-Lingga adalah Kesultanan-Kesultanan Melayu yang pernah menaungi Kepulauan Karimun. Oleh sebab itu, peradaban yang berkembang di kawasan ini sejak dahulu sampai setakat ini adalah Tamadun Melayu. Ringkasnya, Kepualauan Karimun termasuk dalam lingkup Alam dan Tamadun Melayu di
nusantara bersama dengan kawasan-kawasan Melayu lainnya. Begitulah Kepulauan Karimun menjadi salah satu kawasan kosmopolitan di Kepulauan Riau.

Masyarakat dari pelbagai wilayah nusantara telah sejak lama berdatangan dan berbaur dengan masyarakat tempatan di kawasan ini dari zaman Kesultanan Melayu sampai dengan setakat ini. Bangsa asing juga, baik Timur maupun Barat, sejak dahulu berbolak-balik ke kawasan ini. Umumnya, bangsa-bangsa yang datang itu dengan tujuan berniaga, bermuhibah, dan berwisata, kecuali Belanda, kemudian Jepang, yang datang dengan misi penaklukan atau penjajahan. Upaya yang sama pernah coba dilakukan juga oleh Inggris, tetapi bangsa Eropa yang disebut terakhir itu tak berjaya.

Karimun dalam Pentadbiran Kerajaan Bintan Tua

Kerajaan Bintan bukanlah kerajaan yang baru. Kerajaan ini diperkirakan telah ada sekitar 300 S.M. lagi. Kerajaan Melayu-Hindu Bintan itu berdiri bersamaan dengan kerajaan-kerajaan merdeka kala itu seperti Kerajaan Tarumanegara (Jawa Barat), Kalingga (Jawa), Sriwijaya (Sumatera Tengah), Pasai (Aceh), Langkasuka (Kedah,
Malaysia sekarang), Patani (Thailand selatan), Inderapura (Pahang, Malaysia sekarang), dan Temasik. Sejak masa ini Kepulauan Karimun menjadi bagian Kerajaan Bintan.

Lima ratus tahun kemudian, yakni sekira 200 M., beberapa di antara kerajaan yang berdiri hampir bersamaan itu menjadi besar dan kuat. Kerajaan yang menjadi besar itu adalah Tarumanegara, Kalingga, Langkasuka, dan Sriwijaya. Kerajaan Tarumanegara dapat menaklukkan Lampung, Inderagiri, Temasik, termasuk Kerajaan
Bintan. Sejak itu, Kerajaan Bintan dengan seluruh kawasannya, tak terkecuali Kepulauan Karimun, berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara.

Karimun dalam Pentadbiran Kerajaan Sriwijaya

Memasuki abad ke-3 dan mencapai puncaknya pada abad ke-7 Kerajaan Sriwijaya betul-betul berkembang pesat. Pada masa itu Sriwijaya telah menguasai Tarumanegara dengan semua daerah takluknya, seluruh Sumatera, Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, Kalimantan, Maluku, sampai ke Kepulauan Filipina.

Pendek kata, Sriwijaya melesat menjadi Kemaharajaan Melayu Raya di Asia Tenggara. Pada masa ini Kerajaan Bintan, dengan semua wilayahnya, termasuk Kepulauan Karimun, berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Bersama Kerajaan Sriwijaya, kedudukan Karimun tetap penting. Dalam hal ini, Karimun bersama Temasik menjadi basis pertahanan-keamanan dan pusat niaga Kerajaan Sriwijaya di selatan Selat Melaka. Kenyataan itu dibuktikan oleh keberadaan Prasasti Pasir Panjang di Pulau Karimun yang diperkirakan dibuat pada abad ke-9, ketika Sriwijaya sedang berada di puncak jayanya. Prasasti Pasir Panjang yang kali pertama ditemukan oleh K.F. Holle pada 19 Juli 1873 memberikan sekurang-kurangnya tiga maklumat penting.

Pertama, Karimun kala itu menjadi wilayah Kerajaan Sriwijaya. Kedua, penduduk Karimun kala itu, seperti halnya penduduk Kerajaan Sriwijaya lainnya, sebagian besar memeluk agama Budha. Ketiga, Karimun menjadi kawasan strategis Kerajaan Sriwijaya, baik sebagai basis pertahanan-keamanan maupun sebagai pusat niada di selatan Selat Melaka. Dalam hal ini, Pulau Karimun menjadi markas utama pengawasan perniagaan di Selat Melaka.