Kebebasan Pers Mendukung Kejaksaan Tetap Berkarya Untuk Bangsa

Ilustrasi, Kantor Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau di Jalan Sei Timun, Senggarang, Tanjungpinang (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28 telah menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.

Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk undang-undang tentang pers sebagaimana telah terbentuk dengan Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

UU tersebut menjelaskan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2).

Kebebasan / independensi Pers secara harafiah tidak memiliki definisi yang jelas dan tegas sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam konsideran UU Pers huruf c menjelaskan tentang prinsip dimana kebebasan pers harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.

Intervensi tidak hanya dalam bentuk intervensi kekuasaan politik, pejabat atau lembaga negara/pemerintahan, ancaman para penguasa informal serta masyarakat, perintah pemilik perusahaan Pers, tetapi juga intervensi dalam bentuk iming-iming atau pemberian kekayaan, jabatan atau fasilitas tertentu yang tujuannya untuk mempengaruhi insan Pers dalam menjalankan tugas profesinya secara merdeka.

Meskipun Pers di Indonesia terkadang masih mengalami intimidasi dan kekerasan, namun dari praktik kebebasan Pers, kita telah mengalami era kemerdekaan Pers dimana berita-berita media massa sudah tidak lagi mengenal ketakutan dalam pemberitaan.

Kebebasan Pers Mendukung Kinerja Kejaksaan

Pers dilahirkan di dunia ini dengan tugas sebagai kekuatan rakyat yang berusaha mengontrol kekuasaan. Pers dapat menjadi corong pemerintah atau kekuasaan dan sebaliknya Pers juga dapat menghancurkan kekuasaan.

Dalam menjalankan profesinya, insan pers dituntut objektivitas tidak hanya pada sosok insan pers sendiri, namun metode yang dipakai untuk memperoleh berita hendaklah merupakan pencerminan dari disiplin verifikasi informasi yang harus dilakukan sehingga pemberitaan yang menjadi konsumsi publik dapat dipertanggungjawabkan secara objektif dan berimbang. Tidak terkecuali pemberitaan terkait dengan proses penegakan hukum khususnya yang dilakukan Kejaksaan.

Pemberitaan tentang capaian kinerja Kejaksaan hendaknya disampaikan secara objektif dan jujur serta berimbang (terkonfirmasi) untuk memberikan edukasi dan membangun persepsi positif yang dapat dikonsumsi publik secara benar sehingga menempatkan pers sebagai sumber informasi yang terpercaya di tengah-tengah masyarakat.

Institusi penegak hukum khususnya Kejaksaan tengah dihadapkan pada situasi dan kondisi untuk meraih kepercayaan publik (public trust). Perspektif masyarakat terkait tingkat kepercayaan publik berkaitan erat dengan integritas, profesionalitas, prestasi kinerja.

Masyarakat akan mendapatkan informasi melalui publisitas pemberitaan pers di tengah-tengah masyarakat. Terlepas dari berbagai konflik kepentingan yang mewarnai objektifitas dalam publisitas pemberitaan pers, penyajian pemberitaan pers memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk menyampaikan informasi akurat terkait proses penegakan hukum dan capaian prestasi yang membangkitkan respon positif masyarakat.

Kehadiran pers secara strategis sangat dibutuhkan dalam memerangi berbagai informasi pemberitaan yang tujuannya untuk menyerang dan mendiskreditkan institusi Kejaksaan.

Serangan dan upaya mendiskreditkan institusi Kejaksaan melalui informasi yang tidak tepat, fitnah, dan mengandung ujaran kebencian dapat memperlemah penegakan hukum serta mempengaruhi kepercayaan publik terhadap Kejaksaan.

Akurasi kebenaran informasi kepada publik akan didukung oleh data dan fakta dari sumber yang terpercaya sehingga memunculkan narasi positif yang mengandung kebenaran untuk mempengaruhi perspektif masyarakat terhadap Kejaksaan semakin baik. Implementasi kebebasan pers dalam kenyataannya tidak identik dengan pemberitaan yang “asal-asalan tanpa didukung data dan fakta yang akurat.

Kebebasan pers tetap menjunjung tinggi dan mengedepankan objektifitas serta selalu membuka ruang bagi kritik yang membangun/konstruktif.

Kritik yang membangun/konstruktif menjadi koreksi dengan saran-saran yang memberikan solusi.

Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum dan merupakan bagian dari kekuasaan yang menjalankan tugas dan kewenangannya dalam penegakan hukum termasuk penegakan hukum korupsi.

Berbagai prestasi yang ditorehkan institusi Kejaksaan belakangan ini terutama sejak Jaksa Agung ST. Burhanuddin memegang komando, telah menghentak publik dengan terobosan pengungkapan kasus korupsi besar berskala nasional bahkan internasional, di antaranya korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara hingga Rp 16,81 triliun. Kasus korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas ke PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015 yang menimbulkan kerugian keuangan negara lebih dari Rp 105 miliar.

Kasus korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai pada 2018-2020 yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 1,6 triliun. Serta kasus korupsi pengelolaan dana investasi periode 2012-2019 di PT Asabri (Persero) dengan kerugian negara terbesar di Indonesia mencapai Rp 23,74 triliun menurut pemeriksaaan Badan Pemeriksa Keuangan.

Untuk pemulihan kerugian negara dari kasus korupsi yang ditangani tersebut, pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, Kejaksaan Agung telah menyita asset yang diperkirakan melebihi senilai Rp. 18 Trilyun.

Seiring dengan capaian prestasi di tingkat pusat, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau juga tidak kalah dalam menorehkan sejumlah prestasi dalam penanganan kasus korupsi. Di bawah komando Kajati Kepri Bapak Hari Setiyono, S.H.,M.H, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau telah berhasil dalam penanganan tindak pidana korupsi, diataranya kasus korupsi penyimpangan izin usaha pertambangan operasi produksi tahun 2018-2019 di Propinsi Kepulauan Riau dengan terdakwa sebanyak 12 (dua belas) orang serta jumlah kerugian negara sebesar Rp. 31.856.348.226,90-.

Upaya pemulihan kerugian keuangan negara telah ditempuh dengan maksimal melalui pengembalian kerugian keuangan negara dari saksi dan terdakwa dengan total sejumlah Rp. 8.035.267.524-.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau juga telah melakukan tindakan tegas terhadap pelaku Illegal Fishing di wilayah perairan Kepulauan Riau baik di perairan Batam, Tanjung Balai Karimun dan Natuna dengan melakukan eksekusi penenggelaman kapal asing berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Penengggalam kapal pelaku illegal fishing yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau semakin menguatkan pesan bahwa Negara melalui penegak hukum termasuk Kejaksaan, tidak akan berkompromi terhadap pelaku pencurian ikan.

Dustin Lynch, seorang seniman (music) pernah mengatakan : Kerja keras selalu membuahkan hasil, apa pun yang Anda lakukan”. Kemudian Lailah Akita (penulis berkewarganegaraan Ghana) mengatakan : Kerja keras adalah formula sukses.

Buah dari hasil kerja keras dan komitmen menyeluruh untuk perubahan dalam berbagai aspek khususnya yang bersentuhan dengan pelayanan publik, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau pada tahun 2020 menerima predikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, setelah sebelumnya pada tahun 2019 telah meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK).

Predikat WBBM merupakan predikat tertinggi berkaitan dengan Zona Integritas. Predikat ini diberikan kepada unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajeman perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan public.

Meskipun demikian, di balik kesuksesan dalam penanganan perkara korupsi dan prestasi meraih predikat WBK/WBBM tersebut, masih banyak pekerjaan rumah yang menjadi tunggakan dan hendaknya menjadi perhatian serius dari Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.

Kasus korupsi yang menarik perhatian berbagai kalangan kalangan masyarakat khususnya di Provinsi Kepulauan Riau seperti kasus korupsi Dana Tunjangan Perumahan Bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna sejak tahun 2011 sampai 2015 yang diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp. 7,7 Milyar.

Penanganan kasus tersebut sejak tahun 2017 sehingga mandek selama 4 tahun meskipun saat ini masih dalam tahap penyidikan tetapi Kejati Kepulauan Riau telah menetapkan 5 (lima) orang tersangka.

Kasus tersebut malah pernah digugat praperadilan oleh Boyamin Saiman selaku Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pada bulan Agustus 2019 ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang akibat mangkraknya penanganan kasus tersebut. Namun Pengadilan Negeri Tanjungpinang memutuskan tidak dapat menerima permohonan praperadilan yang diajukan MAKI tersebut.

Harapan Pencapaian Ke Depan

Penguatan Kejaksaan bukanlah merupakan kerja pemerintah semata-mata melainkan kewajiban seluruh elemen dalam lingkup eksekutif, legislatif dan yudikatif, masyarakat dan termasuk Pers.

Kejaksaan haruslah berbenah dan terus berupaya keras menyelesaikan berbagai tunggakan penanganan kasus dan segera mengajukan perkara-perkara yang terindikasi korupsi dengan bukti-bukti yang cukup kuat untuk segera diajukan ke Pengadilan. Pemberantasan korupsi dilandasi tekad bersama bahwa Korupsi Musuh Bersama.

Penyelesaian tunggakan kasus korupsi yang saat ini ditangani Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melalui penindakan hendaknya menjadi skala prioritas untuk memberikan kepastian hukum, di samping aspek pencegahan yang tidak kalah pentingnya.

Penindakan korupsi yang berujung pada penjatuhan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya diyakini akan memberikan efek jera bagi aparatur pemerintahan dan/atau penyelenggara negara serta pihak terkait lainnya untuk tidak melakukan korupsi.

Penyelesaian tunggakan kasus korupsi seperti kasus korupsi Dana Tunjangan Perumahan Bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna sejak tahun 2011 sampai 2015 telah mandek selama 4 tahun sehingga memunculkan berbagai komentar miring di tengah-tengah masyarakat.

Penyelesaian perkara yang mandek perlu diimbangi dengan profesionalitas, integritas dan intelektual serta soliditas dalam sebuah tim kerja (team work) dan optimalisasi sumber daya manusia yang potensial dalam mendukung tugas-tugas kejaksaan.

Keterpaduan membangun sinergitas dan saling mengisi satu sama lain menjadi kunci utama dalam mengatasi segala hambatan dan tantangan yang dihadapi. Penguatan kewenangan Kejaksaan pada aspek pencegahan korupsi tetap menjadi skala prioritas.

Kejaksaan diharapkan menjadi leader upaya pencegahan korupsi khususnya di Kepulauan Riau. Peran Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di bidang hukum dengan melakukan pendampingan sesuai peran dan fungsinya terutama mendukung upaya pemulihan dampak pandemi virus corona (Covid-19) sehingga tidak ada keraguan bagi pemerintah daerah Provinsi maupun Kabupaten/kota dalam mengelola realokasi dan refocusing anggaran daerah untuk pendanaan penanganan Covid 19.

Di samping itu, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau juga telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman untuk memberikan paying hukum sebagai pedoman dalam rangka optimalisasi tugas dan fungsi Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riay dalam melakukan pengawasan yang terintegrasi terhadap pengelolaan dana desa di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Untuk mensosialisasikan peran dan fungsi Kejaksaan tersebut di tengah-tengah masyarakat, Pers diharapkan menjadi mitra yang dapat berkolaborasi dalam menyampaikan informasi tentang bahaya korupsi kepada masyarakat, pelaksanaan fungsi dan kewenangan kejaksaan serta capaian kinerja dan prestasi yang telah diraih.

Kebebasan Pers dalam pemberitaan dan penyampaian informasi kepada masyarakat (publik) menjadi kekuatan yang efektif dalam membantu mencegah korupsi.

Perbaikan pada aspek pelayanan publik dengan menitikberatkan pada paradigm humanis diharapkan mampu merubah stigma negatif yang telah melekat dan masih dirasakan sebagai suatu hal yang menakutkan ketika bersentuhan dengan institusi Kejaksaan.

Paradigma humanis dapat diberi makna bahwa seseorang dalam memperlakukan orang lain harus memperhatikan sisi kemanusiaan dari orang, kelompok, atau masyarakat itu.

Penutup

Kejaksaan yang hebat dan dicintai masyarakat bukanlah angan-angan dan mimpi semata. Pemberitaan pers yang positif dan konstruktif mendukung Kejaksaan dalam karya nyata memberikan semangat baru untuk mewujudkan Kejaksaan yang hebat dan dicintai masyarakat. Selamat Hari Bhakti Adhyaksa ke-61 Tahun 2021, “Berkarya Untuk Bangsa”, Kejaksaan Hebat maka Indonesia Hebat. (*)

Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau

Redaktur : Muhammad Bunga Ashab