Hai sahabat Ulasan. Kali ini kita akan membahas tentang kapal selam serang militer. Anda mungkin sudah tahu, saat ini TNI Angkatan Laut (TNI AL) mengoperasikan empat unit kapal selam yang berstatus aktif operasional untuk menjaga maritim Indonesia.
Keempat kapal selam yang ada saat ini, jauh dari kata ideal untuk mengamankan samudera Indonesia yang begitu luas.
Sementara total luas dari perairan Indonesia mencapai angka 70 persen, dari total keseluruhan luas wilayah negara ini. Tentunya kehadiran alat utama sistem persenjataan (Alutsista) kapal selam sangat dibutuhkan.
Kapal selam adalah petarung bawah laut, yang memiliki daya gentar (deterent) yang tinggi. Lantaran keberadaannya di bawah laut sulit terdeteksi, dan mampu membuat serangan kejutan bagi kapal perang perang musuh.
Didukung berbagai perangkat navigasi canggih, serta mampu menyelam dengan kedalaman maksimal. Bersenjatakan torpedo dan rudal yang bisa diluncurkan dari dalam air, makan menjadikan kapal selam bak monster laut yang ditakuti.
Kapal selam dibangun dengan perhitungan konstruksi yang matang, hingga mampu menahan tekanan air di bawah laut. Bahkan negara-negara pembuatnya, sangat menutup rapat soal alutsista satu ini karena bermuatan teknologi yang tinggi.
Tak hanya Indonesia, hampir seluruh negara di dunia yang memiliki teritorial laut atau perairan memiliki alutsista ini. Meski harganya terbilang mahal, namun setimpal dengan fungsi serta kemampuannya.
Sejarah Kapal Selam Indonesia
Sejarah mencatat, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di era tahun 1960-1966 adalah kekuatan yang disegani di bumi belahan selatan. Kekuatan angkatan laut di bawah pemerintahan Soekarno pada saat itu tidak main-main.
Era tersebut, ALRI memiliki sejumlah kapal perusak, penjelajah, kapal cepat berpeluru kendali, kapal selam kelas Whiskey, pesawat pembom jarak jauh (pendukung kekuatan laut), hingga tank amphibi dimiliki.
Salah satu kekuatan TNI AL yang ditakuti pada masa itu adalah aramda kapal selamnya. Saat itu Indonesia memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet (sekarang Rusia).
Kuatnya armada angkatan laut Indonesia saat itu, mampu membuat Belanda angkat kaki dari bumi Papua (Irian Barat).
Khusus kekuatan kapal selamnya, Indonesia pertama kali membeli dan mendatangkan dua kapal selam pada 12 Septermbar 1959 dari Uni Soviet.
Seperti dilansir dari buku Edisi Koleksi Angkasa, Kapal Selam, The Silent Warrior (2004), Kedua kapal kapal selam itu diberi nama RI Tjakra dan RI Nanggala.
Bahkan 12 kapal kapal selam tersebut, beberapa kali tercatat menjalankan misi rahasia saat Indonesia masih dipimpin Ir Soekarno.
Di tengah meruncingnya pertikaian antara India dan Pakistan, Panglima Angkatan Udara Republik Islam Pakistan Marsekal Madya Asghar Khan tiba-tiba mengunjungi Jakarta pada 10 September 1965.
Selain menyampaikan surat dari Presiden Pakistan Ayub Khan untuk Presiden Sukarno, Asghar juga meminta dukungan Indonesia terkait konflik mereka dengan India.
Pada tahun itu, Bung Karno sedang kesal atas dukungan India terhadap Malaysia. Bung Karno pun langsung menyambut permintaan Pakistan tersebut, dengan uluran tangan terbuka. Dia menyanggupi untuk mendukung Pakistan.
“Serangan India ke Pakistan itu sama dengan serangan ke Indonesia juga,” jawab Sukarno seperti dikutip oleh buku Story of the Pakistan Navy, 1947—1972 (Riwayat Angkatan Laut Pakistan, 1947—1972) terbitan Seksi Sejarah Markas Besar Angkatan Laut Pakistan).
Tak berselang lama dari kunjungan Panglima Angkatan Udara Republik Islam Pakistan Marsekal Madya Asghar Khan, Presiden Sukarno pun memerintahkan panglima, untuk mengirimkan sejumlah peralatan militer ke Pakistan.
Dukungan militer dari Indonesia itu, meliputi beberapa tank baja, pesawat tempur, kapal perang dan kepal selam.
Bahkan untuk kapal selam, Sukarno memerintahkan ALRI untuk mengirimkan dua armada Korps Hiu Kencana. Atas perintah itu, Menteri Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata memerintahkan Gugus Tugas ke-10 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel (Laut) T.A. Natanegara untuk berangkat ke Pakistan.
Kekuatan ALRI itu terdiri dari dua kapal cepat roket, empat kapal cepat torpedo, lima tank ampibi dan dua kapal selam.
“Untuk kapal selam yang dikirim adalah RI Nagaransang yang dikomandani Kapten (P) Basoeki, Budi dan RI Bramastra yang dikomandani oleh Kapten Jasin Soedirdjo,” demikian menurut buku Sewindu Komando Djenis Kapal Selam, 12 September 1967, yang ditulis dan diterbitkan oleh Seksi Buku Panitia HUT Sewindu Komando Djenis Kapal Selam.
Menurut Kolonel (Purn) Budi Handoko yang saat itu masih berpangkat letnan satu, dua kapal selam jenis Whiskey buatan Uni Sovyet itu berangkat dari Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta pada pertengahan Januari 1966.
Awalnya tak ada satu pun awak kapal selam RI Nagaransang dan RI Bramastra yang mengetahui tujuan mereka. Misi tersebut benar-benar dipersiapkan secara senyap.
“Barulah di tengah Samudera Indonesia, ada pemberitahuan bahwa kami akan dikirim ke Pakistan, guna membantu negara tersebut berperang melawan India,” ungkap eks awak RI Nagaransang saat itu.
Dua belas kapal selam kelas Whiskey dari Soviet yang pernah memperkuat ALRI adalah Tjakra S01/401 (1959-1972), Trisula 402 (1962 – 1974), Nagabanda 403 (1961 – 1976), Nagarangsang 404 (1961 – 1974), Nendradjala 405 (1961 – 1974), Alugoro 406 (1961 – 1974), Nanggala s02/407 (1959 – 1972), Tjandrasa 408 (1962 – 1974), Widjajadanu 409 (1962 – ), Pasopati 410 (1962 – 1990), Tjundamani 411 (1962 – 1974), dan Bramasta 412 (1962 – 1981).
Setelah era kapal selam Soviet berakhir, Indonesia beralih ke kapal selam produksi galangan Jerman Barat.
Tercatat sejak 1981, Indonesia memiliki dua kapal selam buatan Howaldt Deutsche Werke (HDW) kelas U-209/1300 Ton. Kedua kapal itu adalah KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402.
Tenggelamnya (subsunk) kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan Bali pada 21 April 2021 lalu, tentunya membawa duka yang mendalam bagi Indonesia terlebih lagi TNI AL.
Pasalnya kapal selam buatan Jerman ini telah mengabdi memperkuat wilayah maritim Indonesia selama empat puluh tahun.
Usaha pencarian dan penyelamatan saat itu telah dilakukan secara maksimal, dengan melibatkan bantuan negara sahabat hingga akhirnya KRI Nanggala-402 dinyatakan tenggelam bersama lima puluh tiga kru.
Dalam dunia pelayaran, KRI Nanggala-402 disebut sebagai ‘On Eternal Patrol’ atau patroli dalam keabadian.
Mulai 2015, Indonesia membeli 3 unit kapal selam buatan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering Co., Ltd (DSME) Korea Selatan. Pembelian kapal selam tipe-209 ‘Changbogo’ ini diiringi alih teknologi.
Ketiga KRI yang melengkapi pertahanan laut Indonesia itu adalah KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan yang terbaru adalah KRI Alugoro-405.
Khusus KRI Alugoro-405, DSME alih teknologi kepada Indonesia untuk dibangun di dalam negeri dengan menunjuk PT PAL di Surabaya.
Semula Indonesia memiliki lima unit kapal selam aktif yaitu KRI Cakra-401, KRI Nanggala-402, KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405.
Tenggelamnya KRI Nanggala-402 menyebabkan jumlah kapal selam aktif yang saat ini dimiliki oleh Indonesia berkurang menjadi empat buah kapal selam.
Keempat kapal selam yang saat ini masih aktif mengabdi tersebut adalah:
1.KRI Cakra-401
KRI Cakra-401 memiliki panjang 60 meter dan lebar 6 meter serta bobot selam 1,395 ton. KRI Cakra-401 dibuat oleh perusahaan Howaldswerke-Deutsche Werft (HDW) Jerman pada tahun 1981.
Memiliki tipe U-209/1300 yang banyak digunakan angkatan laut berbagai negara. Dengan ditenagai mesin diesel elektrik dan diawaki oleh 34 kru, KRI Cakra-401 mampu melaju hingga kecepatan 21,5 knot dan mampu menyelam selama 3 bulan dengan kedalaman maksimal 250 meter di bawah permukaan laut.
KRI Cakra-401 dipersenjatai dengan 8 tabung torpedo dan 6 torpedo cadangan. KRI Cakra-401 mulai beroperasi di jajaran Satuan Kapal Selam TNI AL pada tahun 1981, serta merupakan kapal selam aktif tertua yang dimiliki Indonesia.
KRI Cakra-401 telah diperbaiki pada tahun 2021 di galangan kapal PT PAL Indonesia, Surabaya guna menjaga dan meningkatkan kemampuan tempurnya.
Nama Cakra diambil dari nama senjata pusaka Prabu Kresna, yang berwujud anak panah dengan kepala cakram bergerigi tajam, yang sangat ampuh menumpas musuh-musuh tanpa ada yang bisa menangkisnya.
2. KRI Nagapasa-403
KRI Nagapasa-403 memiliki panjang 61,3 meter dan lebar 7,6 meter. KRI Nagapasa-403 dibuat oleh Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd (DSME) Korea Selatan.
Merupakan pengembangan dari Kapal Selam kelas ‘Changbogo dari Korea Selatan dan kapal selam tipe U-209/1400 dari Jerman.
Dengan ditenagai 4 mesin diesel dan diawaki oleh 40 kru, KRI Nagapasa-403 mampu melaju dengan kecepatan sekitar 21 knot di bawah air dan 12 knot di permukaan air, serta mampu berlayar lebih dari 50 hari dengan jarak jelajah mencapai 18.520 kilometer.
KRI Nagapasa-403 dipersenjatai dengan 8 buah tabung torpedo peluncur, dan dilengkapi dengan sistem persenjataan yang mampu menembakkan torpedo, dan peluru kendali anti kapal permukaan.
Mulai beroperasi di jajaran Satuan Kapal Selam TNI AL pada tahun 2017. Merupakan kapal selam kelas Nagapasa pertama dari tiga kapal selam kelas Nagapasa yang dipesan dari DSME Korea Selatan.
Nama Nagapasa diambil dari nama senjata pusaka Indrajit berwujud anak panah, yang ketika dilepaskan akan berubah menjadi ribuan ekor naga yang menghancurkan musuh-musuh.
3. KRI Ardadedali-404
KRI Ardadedali-404 memiliki panjang 61,3 meter, diameter 6,2 meter, dan lebar lambung (draft) 5,7 meter. KRI Ardadedali-404 dibuat oleh Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd (DSME) Korea Selatan.
Merupakan pengembangan dari Kapal Selam kelas Changbogo dari Korea Selatan dan kapal selam tipe U-209/1400 dari Jerman.
Dengan ditenagai 4 mesin diesel dan diawaki oleh 40 kru, Ardadedali-404 mampu melaju dengan kecepatan sekitar 21 knot di bawah air dan 12 knot di permukaan air, serta mampu berlayar lebih dari 50 hari dengan jarak jelajah mencapai 18.520 kilometer.
Dipersenjatai dengan 8 buah tabung torpedo peluncur dan dilengkapi dengan sistem persenjataan, yang mampu menembakkan torpedo dan peluru kendali anti kapal permukaan.
KRI Ardadedali-404 mulai beroperasi di jajaran Satuan Kapal Selam TNI AL pada tahun 2018. Merupakan kapal selam kelas Nagapasa ke dua dari tiga kapal selam kelas Nagapasa yang dipesan dari DSME Korea Selatan.
Nama Ardadedali diambil dari nama senjata pusaka Arjuna berwujud anak panah berkepala burung, yang ampuh melumpuhkan musuh-musuh.
4. KRI Alugoro-405
KRI Alugoro-405 memiliki panjang 61,3 meter. KRI Alugoro-405 dibuat oleh Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd (DSME) Korea Selatan.
Merupakan pengembangan dari Kapal Selam kelas Changbogo dari Korea Selatan dan kapal selam tipe U-209/1400 dari Jerman.
Dengan ditenagai 4 mesin diesel dan diawaki oleh 40 kru, KRI Alugoro-405 mampu melaju dengan kecepatan sekitar 21 knot di bawah air dan 12 knot di permukaan air, serta mampu berlayar lebih dari 50 hari dengan jarak jelajah mencapai 18.520 kilometer serta lifetime selama 30 tahun.
Dilengkapi dengan teknologi baru dan canggih serta dipersenjatai torpedo generasi terbaru yang mampu menghadapi pertempuran di bawah permukaan laut.
KRI Alugoro-405 mulai beroperasi di jajaran Satuan Kapal Selam TNI AL pada tahun 2021. Merupakan kapal selam kelas Nagapasa ke tiga dari tiga kapal selam kelas Nagapasa yang dipesan dari DSME Korea Selatan.
Dalam pembangunannya turut melibatkan teknisi PT PAL Indonesia saat proses joint section di galangan kapal PT PAL Indonesia.
Nama Alugoro diambil dari nama senjata pusaka Prabu Baladewa berwujud gada berujung runcing yang mampu menhancurkan musuh-musuh.
Awal Pembelian Tiga Kapal Selam DSME Korea Selatan Kelas ‘Changbogo’
Dalam pembuatan kapal selam kelas Nagapasa (KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405) dilakukan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan lewat PT PAL Indonesia dan DSME) Korea Selatan.
Kerja sama tersebut berupa alih teknologi pembuatan dan perbaikan kapal selam, dengan tujuan agar Indonesia bisa memproduksi sendiri kapal selam lewat PT PAL Indonesia.
Alih teknologi tersebut dilakukan dengan mengirimkan teknisi PT PAL Indonesia untuk belajar dan turut terlibat dalam proses produksi kapal selam KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 di galangan kapal DSME Korea Selatan.
Sedangkan dalam pembuatan KRI Alugoro-405, proses akhir pembuatan kapal selam dilakukan di galangan kapal PT PAL Indonesia Surabaya.
KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 dibuat di Korea Selatan dan dikirimkan ke Indonesia dalam bentuk kapal selam yang sudah jadi.
Sedangkan KRI Alugoro-405 dibuat di Korea Selatan dan dikirimkan ke Indonesia dalam bentuk section-section (bagian-bagian).
Selanjutnya, proses penggabungannya (joint section) dilakukan oleh teknisi PT PAL Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara Asia Tenggara pertama, yang mampu dan berhasil menciptakan kapal selam sendiri.
Sebuah kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam pengembangan kapal selam Indonesia, salah satu dukungan Pemerintah Indonesia adalah berupa dukungan pendanaan.
Salah satunya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada PT PAL Indonesia.
Pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia memberikan PMN kepada PT PAL Indonesia sebesar Rp1.500.000.000.000,00 untuk mendukung realisasi kemampuan dalam pemeliharaan dan perbaikan, serta produksi kapal selam.
Kemudian pada tahun 2021, melansir dari Kemeterian Keuangan (Kemenkeu). Pemerintah Indonesia kembali memberikan PMN kepada PT PAL Indonesia sebesar Rp1.280.000.000.000,00 untuk pembangunan infrastruktur produksi kapal selam secara Whole Local Production.
Dana PMN tersebut telah dialokasikan oleh PT PAL Indonesia untuk peningkatan kemampuan produksi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan fasilitas pendukung lain dalam pemeliharaan dan perbaikan, serta produksi kapal selam.
Berdasarkan Minimun Essential Force (MEF), dibutuhkan 12 kapal selam, untuk menjaga wilayah maritim Indonesia. Sedangkan saat ini Indonesia baru memiliki 4 kapal selam.
Kesenjangan kebutuhan kapal selam tersebut dapat diatasi dengan produksi kapal selam mandiri maupun dengan bekerja sama dengan pihak lain.
Saat ini Indonesia telah memiliki kompetensi dan sarana prasarana pembangunan kapal selam yang memadahi di PT PAL Indonesia serta dukungan Pemerintah Indonesia melalui pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (Defend ID).
Selain itu terdapat potensi kerja sama dengan pihak perusahaan galangan kapal internasional seperti DSME Co Ltd Korea Selatan, Naval Group Prancis, dan ThyssenKrupp Marine Systems (TKMS) Jerman, yang telah menyatakan ketertarikannya untuk bekerja sama dengan Indonesia cq PT PAL Indonesia dalam pembuatan kapal selam.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali mengatakan, idealnya Indonesia memiliki 12 unit kapal selam.
Namun demikian, itu semua tergantung dari anggaran dari pemerintah.
“Memang sudah kita hitung, rencana ideal adalah 12 (kapal selam) ya, itu juga kita tetap mempertimbangkan kesiapan anggaran dari pemerintah,” kata Muhammad Ali usai seminar “Refleksi dan Proyeksi Pembangunan TNI Angkatan Laut” di Balai Samudra, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (2/10/2023) dikutip dari kompas.
Indonesia dikabarkan telah menangguhkan kesepakan pengadaan kapal selam proyek Nagapasa Class tahap II, dengan perusahaan Korea Selatan DSME.
Ternyata ada sejumlah alasan mengenai kabar tersebut, dan TNI AL sebagai pengguna menginginkan kapal selam yang memiliki kemampuan terbaik demi menjaga samudera terdalam NKRI.
Sebelumnya, TNI AL sudah mendapatkan tiga unit kapal selam baru termasuk alih teknologi dari DSME Korsel. Masing-masing KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405.
Rencananya Indonesia dan Korsel memang awalnya sepakat akan melanjutkan pembuatan kapal selam Nagapasa class Batch II sebanyak tiga unit berikut alih teknologinya.
Bila proyek itu terealisasi, maka Indonesia akan memiliki enam unit Nagapasa class. Seperti diketahui Nagapasa class yang dioperasi TNI AL saat ini, dibuat dari desain kapal selam ‘Changbogo’.
Ekspor tiga unit Nagapasa class ke Indonesia, tentunya sangat menjadi kebanggan tersendiri bagi DSME. Bahkan DSME ingin pemimpin industri pertahanan di pasar global dengan momentum ekspor kapal selam ke Indonesia.
Namun sayangnya, salah satu unit Nagapasa class Indonesia sebelum dikirim, mengalami masalah pada sektor baterainya padahal komponen masih baru.
Baterai merupakan inti tenaga satu-satunya, ketika kapal selam dalam mode menyelam. Selain itu, tersebar lagi kabar bahwa kapal selam Nagapasa Class yang dioperasikan TNI AL berisik. Namun tidak ada pernyataan resmi dari TNI AL soal itu.
Kabar itu menjadi pembahasan netizen di media sosial Instagram. Persoalan berisik tersebut, bakal mengurangi kemampuan senyap kapal selam saat menyelam.
Sejatinya, jika sedang menjalankan misi tempur dengan menyelam. Kondisi kapal selam tersebut harus benar-benar senyap, agar musuh tidak bisa mengetahui posisinya.
KSAL Kunjungi Pabrik Kapal Selam Jerman TKMS
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Muhammad Ali baru-baru ini melakukan kunjungan kerjanya ke daratan Eropa.
Laksamana TNI Muhammad Ali meninjau galangan produsen Kapal Selam ThyssenKrupp Marine System (TKMS) di Kiel, Jerman, Senin (25/09/2023) dilansir dari laman resmi TNI AL..
Kunjungan ini merupakan langkah strategis dalam memperluas kerja sama pertahanan dengan negara sahabat, khususnya Jerman.
Selama kunjungan tersebut, Laksamana TNI Muhammad Ali dan delegasinya menerima penjelasan tentang produksi Submarine 212/214.
Muhammad Ali juga berkesempatan melihat langsung salah satu unit Kapal Selam Jerman tipe HWD U-212. Ia didampingi oleh Flotilla Commander RADM Sacha Rackwitz dan CEO TKMS, Oliver Burkhard.
TNI AL baru-baru ini juga mengambil langkah penting memperkuat armadanya. Langkah itu dengan mendatangkan dua unit kapal perang jenis pemburu ranjau Mine Countermeasure Vessels (MCMV) buatan Galangan Abeking and Rasmussen, Lam Werder, Bremen, Jerman.
Tentunya bukan tanpa alasan, jika KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali mengunjung galangan TKMS Jerman untuk meninjau produsen kapal selam berteknologi tinggi itu.
Jerman sendiri dikenal sebagai ahli dalam membuat kapal selam yang ditakuti. Satu di antaranya kisah heroik kapal selam U-boat yang legendaris di masa Perang Dunia II.