Mengintip Kehidupan Suku Anak Dalam yang Mulai Terusir dari Rimba

Orang rimba di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun.. (Foto: Antara)

Jambi – Di Provinsi Jambi terdapat suku asli yang hidup secara berpindah-pindah atau nomaden di hutan-hutan belantara yang dikenal sebagai orang rimba atau warga Suku Anak Dalam (SAD).

Ada sekitar 6.000 warga SAD yang tersebar di enam kabupaten di daerah itu, di antaranya di Kabupaten Batanghari, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Warga SAD tersebut memanfaatkan hasil hutan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan mereka, baik untuk makan minum serta kebutuhan lainnya. Sehari-hari kegiatan warga SAD tersebut berburu hewan liar di hutan, mencari buah-buahan dan hasil hutan, seperti buah rotan, jernang, damar, manau, jelutung, sialang hingga jenis-jenis makanan dan hasil hutan lainnya yang menjadi penghidupan bagi warga SAD.

Warga SAD tersebut hidup secara berkelompok yang di pimpin oleh seorang ketua yang biasa mereka sebut dengan temenggung. Masing-masing kelompok dari warga SAD tersebut memiliki wilayah kekuasaan, sehingga mereka tidak akan mengganggu wilayah kekuasaan dari masing-masing kelompok untuk bertahan hidup.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sebagian penghidupan warga SAD di dalam hutan belantara tersebut terusik dengan keberadaan perusahaan perkebunan yang mengubah hutan belantara menjadi lahan perkebunan dengan memperoleh izin konsesi hak guna usaha (HGU) perkebunan dengan pola inti-plasma.

Hasil hutan yang menjadi penghidupan bagi warga SAD tersebut hilang karena berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Anak-anak sungai yang juga menjadi sumber penghidupan mereka juga berubah menjadi kanal-kanal untuk mengairi perkebunan.

Kelompok warga SAD yang terdampak akibat keberadaan perusahaan tersebut, yakni warga SAD yang berada di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun. Dari enam kabupaten di daerah itu yang menjadi sebaran warga SAD, Kabupaten Sarolangun merupakan daerah dengan sebaran warga SAD terbanyak. Sekitar 2.000 warga SAD tersebar di beberapa wilayah di kabupaten tersebut.

Pada tahun 1988 PT Sari Aditya Loka ( PT SAL), Astra Agro Lestari (PT ASTRA Internasional) memperoleh izin konsesi HGU perkebunan di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, dengan luas lahan 19.000 hektare. Di areal perkebunan kelapa sawit tersebut hidup 11 kelompok warga SAD yang terdiri dari 217 kepala keluarga atau 900 jiwa.

Sejak kawasan tersebut dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit, kehidupan orang rimba di daerah itu mengalami perubahan. Mereka kesulitan bertahan hidup karena hasil hutan yang menjadi mata pencarian utama orang rimba tersebut kini sudah sangat sulit untuk ditemukan.