Kejagung Tetapkan Enam Korporasi Sebagai Tersangka Dugaan Korupsi Impor Baja

Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumedana
Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumedana (Foto: Puspenkum)

JAKARTA – Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan enam korporasi sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya Tahun 2016-2021.

“Keenam tersangka korporasi masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya diterima Rabu (01/06).

Ia menjelaskan peranan keenam tersangka korporasi dalam perkara ini, yaitu pada kurun waktu antara tahun 2016-2021, keenam tersangka korporasi mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) PT Meraseti Logistik Indonesia milik BHL.

Untuk meloloskan proses impor tersebut BHL dan tersangka mengurus Surat Penjelasan (Sujel) di Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan melalui Tersangka TB (Kasubag TU pada Direktorat Impor) untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan/dari wilayah pabean seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek Strategis Nasional yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN yaitu: PT. Waskita Karya (Persero) Tbk; PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk; PT. Nindya Karya (Persero); dan PT. Pertamina Gas (Pertagas).

“Dengan Sujel tersebut maka pihak Bea dan Cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam tersangka korporasi,” katanya.

Selanjutnya, berdasarkan Surat Penjelasan yang diterbitkan Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, maka importasi besi atau baja dan baja paduan dari China yang dilakukan oleh keenam tersangka korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi dari kuota impor dalam PI (Persetujuan Impor) yang dimiliki para tersangka. Setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia kemudian oleh keenam tersangka korporasi dijual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal sehingga produk lokal tidak mampu bersaing.

“Perbuatan keenam tersangka korporasi menimbulkan kerugian Sistem Produksi dan Industri Besi Baja Dalam Negeri (Kerugian Perekonomian Negara),” jelasnya.

Baca juga: Kejagung Taksir Kerugian Negara Rp1,2 Triliun dalam Kasus Dugaan Korupsi PT Waskita

Perbuatan yang dilanggar para tersangja bertentangan dengan Pasal 54 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan syarat pengecualian perijinan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan, sebagai berikut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan (Pasal 30) Barang keperluan pemerintah dan lembaga negara lainnya. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2016 tentang Impor Besi/Baja, Baja Paduan & Produk Turunannya (Pasal 22 ayat (1) huruf i, ayat 3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63 Tahun 2017 Jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 (Pasal 22 (1) huruf p) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 Jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2020 (Pasal 26 (2) huruf a).

Akibat perbuatannya, enam tersangka korporasi disangka melanggar kesatu Primair Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidiai Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selanjutnya, kedua pertama Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Atau kedua Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (*)