Kejati Jatim Tahan Satu Tersangka Korupsi PT BNI Syariah, Kerugian Rp74 Miliar Lebih

Kejati Jatim Tahan Satu Tersangka Dugaan Korupsi PT BNI Syariah, Kerugian Rp74 Miliar Lebih
Kajati Jatim Dr. Mohamad Dofir didampingi Aspidsus Kejati Jatim saat konfrensi pers (Foto: Ulasan.co/Puspenkum)

Surabaya – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur (Jatim) Dr. Mohamad Dofir menyampaikan telah menetapkan satu orang tersangka terkait  tindak pidana korupsi pada PT BNI Syariah atas Fasilitas Pembiayaan Segmen Komersial Menengah dengan Pola Chanelling pada Pusat Koperasi Syariah Al Kamil Jawa Timur (Puskopsyah Jatim) Tahun 2013-2017. Dalam kasus ini kerugian negera Rp74 miliar lebih.

Tersangka yang ditetapkan adalah RDC selaku pihak swasta, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Nomor: Print-2165/M.5/Fd.1/11/2020 tanggal 24 November 2020, dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: KEP-128/M.5/Fd.1/11/2021 tanggal 09 November 2021.

“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap tersangka RDC dilakukan penahanan hari terhitung mulai tanggal 09 November 2021 s/d 28 November 2021 di Cabang Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Surabaya Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,” kata Kajati Jatim dalam keterangan tertulisnya diterima, Selasa (09/11) malam.

Kajati Jatim menyampaikan, kasus posisi singkat dapat dijelaskan bahwa Puskopsyah Al Kamil Jatim yang didirikan pada tahun 2009 beralamat Jl.Kahuripan No.12 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang sebagai koperasi sekunder yang memiliki Anggota Koperasi Primair sebanyak 32 Koperasi. Selanjutnya pada bulan Agustus 2013 melakukan Kerja Sama dalam Pembiayaan Chaneling dengan Bank BNI Syariah, melalui Bank BNI Syariah Cabang Malang berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Sama No.172 tanggal 28 Agustus 2013, sebagai acuan dalam pelaksanaan pembiayaan dengan plafon seluruhnya sebesar Rp.120 miliar dengan ketentuan pencairan untuk Koperasi Primair dengan maksimal Rp.7 miliar.

Bahwa yang tercantum sebagai Ketua Puskopsyah Al Kamil Jatim adalah Irwan Sa’ban yang dipilih dan diangkat oleh RDC (pengurus sebelumnya) tanpa melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT), demikian juga pengurus lainnya ditunjuk oleh RDC tanpa ada RAT.

Dalam proses pencairan pembiayaan, dilakukan tanpa melalui prosedur yang sesuai ketentuan, dan antara bulan Agustus 2013 s/d September 2015 telah dicairkan kurang lebih Rp.157.811.399.395 dan saat ini kondisi pembiayaan mengalami macet (kolek 5) dengan Outstanding Per 30 Desember 2017 sebesar Rp74.802.192.616.

“Akibat perbuatan tersangka menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 74.802.192.616,” katanya.

Baca Juga: Jaksa Agung Kunjungi Kejati Jawa Timur, Pesannya Hentikan Perbuatan Tercela dan Bijak Bermedsos

Adapun peran Tersangka RDC, yaitu juga yang membentuk koperasi primair, salah satunya dengan cara merekayasa yang sudah tidak aktif atau membentuk koperasi baru yang pengurusnya di bawah koordinasi/ditunjuk oleh RDC dan membuat seolah-olah koperasi yang memenuhi syarat pendirian untuk dijadikan koperasi primair anggota Puskopsyah sebagai koperasi sekunder sebagai penerima pembiayaan.

Perbuatan tersangka melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana yaitu Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelum dilakukan penahanan, Tersangka RDC telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat dan negatif COVID-19. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *