Kejati Kepri Bekali Mahasiswa UMRAH Tentang Hukum Acara Pidana dan Restorative Justice

Kejati Kepri
Kasi Penerangan Hukum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, saat memberikan materi ke mahasiswa UMRAH. (Foto: Dok Penkum Kejati Kepri)

TANJUNGPINANG – Tim Penerangan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menyambangi kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Jumat 6 September 2024.

Dalam kegiatan itu, Tim Penkum dipimpin Kasi Penerangan Hukum Yusnar Yusuf, Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen M. Chadafi Nasution,  dan Kasi Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, Yunius Zega mengangkat tema tentang “Hukum Acara Pidana Indonesia dan Pelaksanaan Restorative Justice (RJ) Oleh Kejaksaan RI.”

Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dengan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang. Hadir pada kegiatan tersebut Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Hukum pada UMRAH Tanjungpinang Irman,  dan 100 orang peserta yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Hukum UMRAH Tanjungpinang.

Kasi Penkum Kejati Kepri menjelaskan tentang Istilah “hukum acara pidana” merupakan terjemahan bebas dari istilah strafvordering (“hukum tuntutan pidana”) di dalam Bahasa Belanda. Andi Hamzah mencatat bahwa terdapat padanan Belanda yang sebenarnya lebih sesuai, yaitu stafprocesrecht. Dalam kaitannya dengan hukum pidana, hukum acara pidana adalah hukum pidana formal yang berfungsi menjalankan hukum pidana substansif. Dalam Bahasa Inggris : Criminal Procedure Law (prosedur acara pidana), sedangkan AS: Criminal Procedure Rules.

“Banyak pendapat para Sarjana, tapi secara umum hukum acara pidana adalah serangkaian kaidah, prosedur, dan peraturan hukum yang mengatur pelaksanaan hukum pidana pada tata hukum positif yang berlaku di Indonesia,” kata Yusnar.

Hukum Acara Pidana juga disebut sebagai hukum pidana formal. Istilah ini tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang dalam pasal 285 resmi diberi nama Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP.

“Dalam KUHAP tidak secara tegas dan jelas disampaikan soal pengertian hukum acara pidana. Hanya beberapa bagian yang dijelaskan, seperti tentang pengertian penyelidikan, penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan,” katanya.

“Adapun tujuan hukum acara pidana untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil, melakukan penuntutan, melakukan pemeriksaan dan memberikan keputusan, serta melaksanakan putusan hakim. Sedangkan fungsinya untuk melaksanakan/menegakkan hukum pidana dan mencegah/mengurangi tindak kejahatan,” katanya lagi.

Kemudian Kasi Penkum juga menjelaskan tentang asas-asas hukum pidana, tahapan acara persidangan di Pengadilan, Surat Kuasa, Panggilan Sidang, Pembacaan Dakwaan, Eksepsi, Jenis-jenis Acara Pemeriksaan, Pembacaan Tuntutan, Pledoi, Replik dan Dupilk, Acara Pembacaan Putusan dan Pengambilan Keputusan, Upaya Hukum Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan  Eksekusi berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia.

Kemudian Kasi Penkum juga menjelaskan tentang beberapa perbedaan yang sangat fundamental antara KUHP lama dengan Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang akan berlaku pada tanggal 2 Januari 2026.

KUHP Pembaruan akan berlaku tanggal 2 januari 2026, mayoritas Ahli Pidana termasuk Narasumber berpendapat bahwa KUHAP lama (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) tdk bisa menjadi hukum acara untuk KUHP baru, idealnya KUHAP baru harus diundangkan pada awal 2025 sehingga ada masa sosialisasi selama 1 tahun sebelum berlaku KUHP baru, sehingga KUHP baru dan KUHAP baru bisa sama-sama berlaku pada tanggal 2 Januari 2026.

Kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi dari Kasi Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen M. Chadafi Nasution tentang Restorative Justice. Adapun poin penting yang disampaikan oleh Narasumber terkait tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian.

Baca juga: Tim JMS Kejati Kepri Sambangi Pelajar di Tanjungpinang Sosialisasi Bahaya Bullying dan Narkoba

Kemudian dijelaskan bahwa teori pemidanaan Retributif Justice adalah teori hukuman yang ketika pelaku melanggar hukum, keadilan mengharuskan mereka menderita sebagai balasannya, dan bahwa respons terhadap kejahatan sebanding dengan pelanggaran tersebut.

“Sedangkan Restorative Justice adalah Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan,” katanya.

Adapun pelaksanaan Restorative Justice (RJ) Kejaksaan RI berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Pedoman No. 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Narasumber juga menjelaskan beberapa point penting terkait pedoman Restorative Justice (RJ) yang diterapkan oleh Kejaksaan RI, syarat dan prinsip RJ (Pasal 5 ayat 1 Perja Nomor 15 Tahun 2020) yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun dan nilai kerugian tidak lebih dari Rp. 2,5 juta, pengecualian RJ (Pasal 5 ayat 2), syarat RJ lainnya (sesuai dengan Pasal 5 ayat 6), Restorative Justice dikecualikan untuk perkara apa saja, dan terkait tata cara pelaksanaan Restorative Justice (RJ) itu sendiri.

Setelah penyampaian materi dari kedua Narasumber maka dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan terlihat Mahasiswa/i selaku peserta sangat antusias dalam bertanya dan diskusi dengan narasumber maupun Tim Penkum Kejati Kepri. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News