Kemenkumham dan Polemik Usulan Revisi Perpu Pembebasan Koruptor

Tanjungpinang, Ulasan. Co – Sontak terdengar adanya polemik baru yang menuai kontroversi, terdengar dari Kementrian Hukum dan Ham. Bagaimana tidak? Dilansir melalui laman Suara.com pada Minggu (5/4), Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly berencana untuk membebaskan tahanan narapidana koruptor dengan alasan situasi physical contact pandemik COVID-19 dengan cara merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Walau ini menjadi usulan, ini bukan cerita lama yang pernah dilakukan oleh Menkumham Yasonna Laoly. Seperti yang dilansir oleh Isnur, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz juga menilai Yasonna tengah memanfaatkan situasi krisis. Dasarnya, usul agar PP 99/2012 direvisi tidak muncul kali ini saja. Yasonna pernah mengusulkan ini pada 2016 lalu. Alasannya, peraturan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Belum sampai disitu aja guys, Menurut ICW, selama 2015-2019, Yasonna sudah empat kali mengatakan mau merevisi peraturan tersebut. “Ini kerjaan dan agenda lama yang tertunda. Corona menjadi justifikasi saja,” katanya, juga dalam diskusi interaktif.

Salah satu poin inti dari PP 99/2012 adalah aturan remisi bagi terpidana khusus, termasuk koruptor. Koruptor baru dapat remisi seandainya mereka mau bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) membongkar suatu kasus dan membayar lunas denda serta uang pengganti.

Berbagai macam alasan yang sudah dibuat oleh Menkumham menjadi polemik, mulai dari alasan hak asasi kemanusiaan, sampai dengan alasan untuk mengurangi kapasitas LAPAS yang dianggap over. Menariknya adalah, Merujuk data Kemenkumham tahun 2018, dari 248.690 narapidana, yang tersangkut korupsi ‘hanya’ 4.552 atau sekitar 1,8 persen. Artinya jumlah tahanan tipikor yang ada di Indonesia bukan menjadi alasan bagi Menkumham untuk tetap melanjutkan revisi Perpu 99/2012.

Realita yang terjadi adalah bahwa, Sel tahanan Tipikor tidak lah sama dengan Sel pada umumnya. Kita pernah mengamati langsung sidak yang dilakukan oleh Presenter Najwa Shihab yang menyidak kasus korupsi mega proyek E-KTP Setya Novanto di Lapas Sukamiskin yang dilengkapi banyak fasilitas. Belum lagi LAPAS Suka Miskin itu setiap kamarnya dihuni oleh dengan satu orang. Mereka di kamar terisolasi, tidak seperti di Rutan Cipinang atau Salemba yang bahkan tidur pun enggak bisa. Enak sekali bukan? Belum lagi pakai AC, WC di dalam. Seperti hotel dalam penjara.

Tentu ini menjadi sebuah catatan sejarah buruk bagi KPK sendiri. Mengingat persentase besarnya revisi PERPU 99/2012 ini untuk lolos ke istana. Apalagi pasca rencana revisi tentang RUU Cipta lapangan kerja belum usai. Gerakan anti omnibus law masih terdengar diluar sana.  Akan ada gelombang baru dalam babak kebijakan hukum di negara ini. Gelombang yang tak akan pernah usai dalam pembentukan kebijakan hukum.