BATAM – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia terus bersinergi meningkatkan koordinasi terkait manajemen krisis kepariwisataan (MKK) di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Kemenparekraf berkoordinasi bersama Dinas Pariwisata (Dispar), Kepolisian Daerah (Polda), Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD, Badan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) serta pelaku usaha di Kepri untuk menghadapi krisis pariwisata.
“Ini merupakan tindak lanjut sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata (Permenpar) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan,” ujar Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Krisis Kemenparekraf, Fadjar Hutomo di Kota Batam, Kepulauan Riau, Rabu 21 Februari 2024.
Ia mengungkapkan, terdapat tiga provinsi di Indonesia yang menjadi daerah uji coba penerapan peraturan tersebut, yakni Provinsi Jawa Barat (Jabar), Riau dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Dalam forum ini, kerja sama antarpemangku kepentingan sangat penting, karena pariwisata itu terselenggaea sebagai ekosistem. Dengan keterlibatan BNPB, kepolisian, Basarnas dan pengusaha, tentu kami dapat menciptakan destinasi pariwisata yang aman dan nyaman,” beber Fadjar.
Selain peran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), kata Fadjar, para pelaku ekosistem pariwisata juga memiliki kontribusi penting dalam manajemen krisis kepariwisataan tersebut.
“Kalau Forkopimda dan pengusaha mekanismenya berjalan dengan baik, maka Insya Allah itu akan lebih mudah. Karena merekalah yang ada di lapangan,” ucapnya.
Baca juga: Kemenparekraf Bukukan Informasi 50 Desa Wisata di Indonesia
Fadjar menambahkan, Permenpar MKK merupakan pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah untuk mengidentifikasi, merencanakan, mencegah, menangani serta mengevaluasi krisis kepariwisataan. Fokusnya adalah melindungi kepariwisataan nasional, provinsi, serta kabupaten/kota agar tetap terjaga dan berkesinambungan.
Pihaknya juga menyoroti potensi bencana terkait cuaca ekstrem di Kepulauan Riau dan mendukung rencana BPBD untuk melakukan Tabletop Exercise guna penanganan kebencanaan di daerah destinasi wisata.
“Ketika berbicara tentang pariwisata, tidak hanya cuaca ekstrem, tetapi juga risiko dan potensi lainnya yang perlu diperhatikan,” tandas Fadjar. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News