Ketua Akar Bhumi Indonesia: Pemkot Batam Tak Serius Tangani Masalah Sampah

Sampah menumpuk di dekat Perumahan Puteri Hijau Sagulung (Foto:Randi RK/Ulasan.co)

BATAM – Ketua Akar Bhumi Indonesia, Hendrik menyampaikan keprihatinannya terkait pengelolaan sampah di Kota Batam. Hendrik menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Batam tak serius mengatasi masalah sampah.

“Enggak usah jauh-jauh ke Batu Aji yang jauh dari pusat pemerintahan, itu Sungai Panas di depan Simpang Kuda masalah sampah ini masih berlarut sampai sekarang,” kata Hendrik, Rabu 22 Juni 2024.

Hendrik juga menyoroti kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Punggur, yang semakin mendekati kondisi darurat. Di Tanjung Piayu, ia menyebutkan penyebaran lalat yang semakin meluas yang dipicu tumpukan sampah.

Hendrik juga menekankan pentingnya penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.

Namun, lagi-lagi dia menilai bahwa pemerintah kota Batam masih terlalu ‘bijaksana’ dalam memberikan toleransi kepada masyarakat yang belum mematuhi aturan tersebut.

“Walaupun ada kebijakan DLH yang mencatat KTP orang yang membuang sampah sembarangan, namun aturan ini belum tegas,” ungkap Hendrik menegaskan.

Dia juga mengatakan bahwa seharusnya sanksi tegas, seperti hukuman kurungan tiga bulan sesuai perda, sudah diterapkan. Selain itu, sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga dinilai masih belum maksimal.

“Faktanya, pemerintah masih mengedepankan faktor kasihan,” ujarnya singkat.

Terkait tata kelola sampah, Hendrik juga mengkritik armada pengangkut sampah yang kurang memadai serta TPA yang semakin penuh. Hal ini menyebabkan sampah menumpuk di berbagai titik kota Batam.

“Pertumbuhan penduduk Batam yang terus meningkat, tidak diimbangi pengelolaan sampah yang baik,” terang Hendrik menambahkan.

Anggaran pengelolaan sampah

Selain itu, Hendrik pun menyinggung soal rendahnya anggaran pengelolaan sampah di Batam, yang hanya sekitar Rp70 miliar per tahun. Jumlah itu disebutnya, turut menjadi salah satu kendala dalam pengelolaan sampah di Batam.

Sementara itu, Hendrik juga membandingkan dengan Surabaya dengan anggaran Rp300 miliar per tahun mampu mengelola sampah yang hampir setara dengan Batam, yakni 1.500 ton per hari.

“Dengan tonase hampir sama, anggaran Batam jauh tertinggal, ini tentu menjadi dilema,” sebut dia.

Menurutnya, pemerintah daerah harus memikirkan peningkatan anggaran untuk pengelolaan sampah.

“Anggaran Batam seharusnya lebih besar dari Surabaya. Kita juga berhadapan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti gaji petugas kebersihan yang masih rendah, jauh dari upah minimum Kota Batam.

“Mereka hanya dibayar Rp3 juta per bulan, mestinya gaji mereka lebih tinggi,” tutur dia.

Selain itu, Hendrik menilai kerusakan lingkungan di Batam tidak hanya disebabkan oleh penegakan hukum, tapi juga rendahnya kesadaran masyarakat. Ia menyebutkan, rumah liar sebagai salah satu penyumbang sampah terbesar di Kota Batam.

Sampah dari rumah liar yang dibuang sembarangan di pinggir jalan, merusak kebersihan kota dan mengajarkan masyarakat untuk tidak tertib.

“Sumbangan sampah dari rumah liar itu sangat tinggi. Mereka tidak hanya melanggar Perda Nomor 2 Tahun 2013, tapi juga Perda Nomor 4 Tahun 2026 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” terang Hendrik menjelaskan.

Hendrik juga mengungkapkan bahwa Satpol PP Kota Batam seharusnya menindak tegas, masyarakat yang tidak tertib dalam membuang sampah.

“Kita bisa lihat di jalan protokol, sampah dibuang sembarangan. Diangkut petugas, besoknya dikumpulkan lagi di sana. Ini harus ditertibkan,” katanya mengakhiri wawancara.