KNKT: Sopir Truk Trailer Kecelakaan Maut Bekasi Salah Pindah Gigi

Truk trailer pengangkut besi diduga mengalami rem blong dan menabrak tiang listrik dan menewaskan 10 orang di Bekasi, Rabu (31/8). (Foto:Istimewa)

JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mematahkan dugaan rem blong pada truk trailer kecelakaan maut yang menewaskan 10 orang di Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (31/8) tersebut karena spor salah memindahkan gigi.

Hasil kesimpulan itu disampaikan KNKT, berdasarkan temuan hasil pemeriksaan truk trailer serta sopir yang mengendari, yang dikutip dari cnnindonesia.

Pada kecelakaan maut itu, truk trailer saat itu membawa muatan beton kemudian menabrak kerumunan orang hingga tiang BTS di depan SDN Kota Baru II dan III tersebut roboh.

Pertama, hasil temuan penyelidikan KNKT yakni rem truk trailer tersebut tidak blong.

“Dari hasil pemeriksaan semua sistem rem bekerja bagus tidak ada kerusakan sama sekali. Secara keseluruhan layak jalan dan tidak ada masalah dalam pengereman,” ujar Senior Investigator KNKT Ahmad Wildan saat dihubungi, Kamis (1/9) malam.

Kedua, KNKT menyimpulkan sang sopir yang mengendarai truk trailer tersebut bingung tak tahu jalan.

Ahmad menjelaskan, awalnya mengaku mengantuk hingga menyebabkan kecelakaan tersebut. Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, sopir akhirnya mengaku tidak mengantuk melainkan bingung karena salah jalan.

Setelahnya, sambung Ahmad, kewaspadaan sopir pun disebut menurun. Dia menjelaskan sopir itu berencana ke Surabaya dari arah Narogong, Kota Bekasi. Seharusnya sopir masuk ke Pintu Tol Bekasi Barat tetapi malah melaju ke arah Kranji.

Baca juga: Truk Trailer Tabrak Tiang, 10 Nyawa Melayang

“Akhirnya sopir mengaku tidak mengantuk tapi bingung karena salah jalan. Bawa muatan berat, melalui jalan yang ramai. Mau cari tempat putar enggak paham jalan. Pada akhirnya dia mengalami penurunan kewaspadaan (lost of situation awareness),” jelas Ahmad.

“Dia posisi lagi cari tempat berputar, mau gigi tiga malah masuk gigi tujuh. Salah mindahin gigi kata dia,” imbuh Ahmad.

Selanjutnya, KNKT menyebutkan tidak memakai gigi rendah saat di jalan penurunan.

Harusnya, Ahmad menjelaskan, sopir menggunakan gigi rendah saat melintasi jalan menurun. Namun, sopir malah menggunakan gigi 7. Hal tersebut membuat sopir kesulitan untuk melakukan mengerem karena muatan mencapai 55 ton.

Menurut Ahmad, dengan muatan 55 ton tidak memungkinkan untuk dilakukan pengereman.

Lanjut dia, gaya pengereman tidak mampu mengakomodasi besaran energi kinetik yang dihasilkan dari muatan hingga 55 ton dengan menggunakan gigi 7 dikondisi jalan yang menurun.

“Saya tanya ada masalah di dalam pengereman, dia bilang bisa mengerem. Tapi enggak pakem karena beratnya terlalu berlebihan terus pakai gigi tujuh,” tambah dia.

Ahmad mengatakan, muatan truk trailer terlibat kecelakaan maut itu mengalami kelebihan dari batas maksimal alias overload.

“Muatan yang dibawa truk lebih dari 200 persen,” ujar Ahmad.

Ahmad mengatakan, KNKT sudah mengecek daya muat truk tersebut yang seharusnya bisa mengangkut beban maksimal 35 ton. Namun, truk mengangkut muatan hingga besi serta beton seberat 55 ton.

Dia menerangkan, muatan truk diatur sudah diatur Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.

Pada PP 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, untuk kendaraan ganda besarnya daya motor dibagi 5,5 akan menunjukkan berat jumlah yang diperbolehkan. Berat jumlah ini, meliputi berat kendaraan ditambah muatannya.

Ahmad juga menunjukkan hasil perhitungan membuktikan bahwa kendaraan yang digunakan hanya mampu menanggung beban maksimal kurang lebih 35 ton.