BATAM – Hingga saat ini persoalan krisis air bersih yang terjadi di beberapa wilayah di Batam belum menemui titik terang.
Bahkan, krisis air bersih di Batam merenggut satu korban jiwa lantaran kelelahan saat begadang di malam hari hanya untuk menunggu air ledeng mengalir untuk ditampung.
Buruknya pelayanan air bersih di Kota Batam tidak hanya menyebabkan penderitaan bagi warga, tetapi juga dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Pemerintah Daerah, menurut Ketua DPRD Batam, Nuryanto.
Pelayanan air bersih untuk warga Batam saat ini masih jauh dari kata memadai, dan tentunya menciptakan situasi yang sulit bagi warga Batam.
Banyak warga yang mencoba mencari solusi alternatif, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli tandon penampungan air, atau begadang untuk menampung air bersih.
Krisis air yang merenggut nyawa warga itu dialami keluarga Aryati, warga Perumahan Sumberindo, Kelurahan Tanjunguncang, Batam, Kepulauan Riau.
Suami Aryati, Jafar, meninggal dunia saat ia sedang begadang menunggu air jalan untuk ditampung, Rabu (14/6) pagi. Sebab air di wilayah itu tidak lancar.
Jafar yang berusia 71 tahun, tiba-tiba jatuh saat duduk menampung air. Nyawanya tidak dapat diselamatkan, karena ia tidak bergerak setelah jatuh.
Menurut Aryati, sang suami saat itu terjatuh karena kondisi fisik dan kesehatannya yang sudah menurun akibat kurang tidur karena beberapa kali begadang menunggu air.
Rutinitas begadang seperti yang dilakukan J’far umum dilakukan oleh masyarakat di Tanjunguncang. Tetapi Jafar, sebagai seorang lansia, tidak sekuat warga yang lebih muda.
Ketua RT 02 Sumberindo, Sakri Siregar mengonfirmasi kejadian tersebut. Nasib buruk yang menimpa Jafar adalah dampak dari krisis air bersih yang dialami masyarakat Tanjunguncang. Banyak warga yang jatuh sakit karena sering begadang di malam hari.
“Beberapa warga juga ada yang dirawat di rumah sakit. Ini semua terjadi karena masalah air. Kondisi pasokan air bersih di lingkungan kami memang sangat buruk. Pengiriman melalui mobil tangki juga jauh dari memadai. Kami benar-benar menderita,” ujar Sakri, Sabtu (17/6).
Baca juga: Rudi dan Humas BP Batam Raih Penghargaan di IGA 2023 Makassar
Merespons kejadian ini, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Nuryanto, pihaknya akan mengadakan rapat koordinasi lintas sektor untuk menyelesaikan masalah air bersih ini.
Air bersih adalah kebutuhan dasar yang harus dinikmati oleh seluruh masyarakat Kota Batam, sesuai dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Menurutnya, pemenuhan hak dasar akan air bersih yang sehat juga memiliki dimensi lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang luas. Oleh karena itu, diperlukan regulasi untuk memastikan bahwa hak atas air bersih dapat dipenuhi.
“Air merupakan hak asasi manusia yang juga merupakan aspek penting dalam kesejahteraan hidup manusia. Air bukan hanya kebutuhan konsumsi, tetapi juga penopang kehidupan manusia dalam berbagai aspek,” kata Nuryanto.
Menurutnya, apa yang terjadi di Kota Batam adalah masalah kualitas, kuantitas, dan kelanjutan pasokan air yang serius. Jika Pemerintah Daerah belum dapat memenuhi kebutuhan ini, secara tidak langsung mereka telah melanggar HAM.
Ia meminta, agar Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam sungguh-sungguh memperhatikan dan bertindak dengan nurani untuk menyelesaikan masalah ini.
Jika hanya mengedepankan keuntungan semata dan mengorbankan kepentingan dasar warganya, Pemerintah Daerah dapat dikatakan tidak hadir dalam memenuhi hak dasar masyarakat, terutama kebutuhan akan air bersih, dan melanggar HAM.
“Jika tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dapat dikatakan bahwa Pemerintah Daerah telah melanggar HAM. Kita tidak ingin ada lagi korban jiwa seperti ini. Jika masalah ini diabaikan, berapa lagi korban jiwa yang harus tumbang? Oleh karena itu, kami meminta agar Pemerintah Daerah, sebagai perwakilan negara, hadir dan memberikan yang terbaik bagi warganya,” katanya.
Baca juga: Akselerasi Pembangunan Batam Tuai Pujian, Bima Arya Apresiasi Muhammad Rudi