Tanjungpinang, Ulasan.Co – Lahan di Kelurahan Tembeling milik Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), belum diperbaiki meski aktivitas pertambangan bauksit yang dilakukan secara ilegal oleh CV Buana Sinar Khatulistiwa, sudah berhenti.
Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86, Ta’in Komari di Bintan, Senin, mengatakan, kerusakan lingkungan di Tembeling maupun kawasan lainnya di Bintan akibat pertambangan bauksit ilegal sulit dibenahi.
“Pasti sulit dibenahi karena proses perizinan yang diberikan hingga pelaksanaannya sudah salah. Ini ‘kan sudah diduga sejak awal. Sekarang siapa yang dirugikan?” tanya dia.
Ia menjelaskan kasus pertambangan bauksit di Bintan yang ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta KPK itu seharusnya tidak terjadi bila pemerintah pusat dan daerah belajar dari pengalaman sebelum tahun 2014. Kala itu, sejumlah perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan bauksit ilegal tidak memperbaiki lingkungan yang rusak setelah mengeruk keuntungan dari penjualan bauksit.Kemudian permasalahan yang sama terulang lagi mulai 2018 hingga awal 2019.
“Jatuh di lubang yang sama menunjukkan pemerintah tutup mata terhadap permasalahan kerusakan lingkungan dan hutan akibat pertambangan bauksit. Ada apa dengan mereka?,” ucapnya.
Menurut dia, kerusakan lingkungan yang massif di Bintan tidak dapat dimaafkan. Semestinya aparat penegak hukum di daerah bertindak sehingga memberi efek jerah kepada para pelakunya.
“Setelah 1,6 juta ton kuota ekspor bauksit diberikan kepada PT GBA, Kementerian Perdagangan malah mengeluarkan kuota ekspor lagi untuk PT TAB. Dan izin diberikan pula oleh pemda. Ini benar-benar luar biasa,” tegasnya.
Terkait penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik KLHK terhadap kerusakan lingkungan dan hutan di Bintan, Ta’in juga merasa pesimistis akan sesuai harapan masyarakat. Sampai sekarang penyidik belum menyentuh pihak-pihak yang berkompeten seperti Bupati Bintan, Apri Sujadi, Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, mantan Kepala ESDM Kepri, Amjon, dan mantan Kepala PTSP Kepri, Azman Taufik.
Proses penyelidikan juga mandek sejak sebelum puasa hingga sekarang, padahal penyidik hanya memiliki waktu tiga bulan untuk menangani kasus itu.
“Kami akan melaporkan KLHK kepada KPK setelah barang bukti yang kami kumpulkan selama ini lengkap,” tegasnya.
Ta’in mengemukakan pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak KPK dalam menangani kasus itu.
“Kami sudah menambah bukti-bukti yang dibutuhkan KPK, dan terus berkoordinasi. Kami optimistis kasus ini tuntas di tangan KPK, seperti yang terjadi di daerah tambang lainnya,” ujarnya.
Sumber: AntaraKepri